Hasutan dengan menyalah maknakan hadits
Dalam tulisan sebelumnya pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/02/02/potongan-perkataan-ulama/ bagaimana mereka terhasut oleh potongan perkataan ulama dan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/02/03/terhasut-pengalihan-makna/ bagaimana mereka terhasut oleh pengalihan makna perkataan ulama.
Semua itu adalah bagian dari hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi untuk meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah.
Salah satu penghasutnya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf.
Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
“Rencana kerja” kaum Zionis Yahudi , salah satu contohnya tertuang dalam protokol Zionis yang ketujuhbelas
…Kita telah lama menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para ulama non-Yahudi dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakat mereka berkurang dari hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari paham agama telah dikumandangkan dimana-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan bertumbangan..
Dalam rangka agar umat Islam “meninggalkan” Imam Mazhab yang empat disebarluaskanlah hasutan bahwa Imam Mazhab yang empat tidak maksum. Pada hakikatnya kaum muslim tidak perlu terhasut karena kita telah paham yang maksum adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedangkan Imam Mazhab yang empat, mereka itu mahfuzh (dipelihara) dengan pemeliharaan Allah Azza wa Jalla terhadap orang-orang sholeh.
Hasutan lainnya untuk “meninggalkan” Imam Mazhab yang empat disebarluaskanlah hasutan seolah-olah bertujuan janganlah mengikuti Imam Mazhab yang empat tapi “ikutilah Salafush Sholeh” , “ikutilah pemahaman, penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh”. Pada hakikatnya kaum muslim tidak perlu terhasut karena dengan mengikuti apa yang disampaikan oleh Imam Mazhab yang empat yang melihat sendiri penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh pada hakikatnya juga mengikuti Salafush Sholeh.
Imam Mazhab yang empat tentu telah menyadari bahwa kaum muslim generasi berikutnya tentulah tidak akan melihat penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh oleh karenanya apa yang mereka yang dapatkan dari bertemu dan bertalaqqi(mengaji) dengan Salafush Sholeh, serta mendapatkan pemahaman Salafush Sholeh langsung dari lisannya Salafush Sholeh maka oleh para Imam Mazhab yang empat disampaikan dalam kitab fiqih agar kaum muslim generasi berikutnya dapat “melihat” penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh melalui kitab fiqih Imam Mazhab yang empat.
Hasutan lainnya adalah dalam bentuk mendiskreditkan para ulama berdasarkan generasi atau zaman mereka terlahir. Dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/27/salaf-dan-khalaf/ telah diuraikan bagaimana mereka terhasut bahwa sebaik-baik manusia dipengaruhi oleh generasi mereka terlahir kedunia. Timbulah istilah ulama khalaf dan ulama salaf. Seolah-olah “kualitas” ulama khalaf pastilah di bawah “kualitas” ulama salaf.
Hadits yang disalahmaknakan adalah
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian orang-orang pada masa berikutnya, kemudian orang-orang pada masa berikutnya, kemudian setelah mereka akan datang suatu kaum kesaksian mereka mendahului sumpah mereka, dan sumpah mereka mendahului kesaksian mereka.” (HR Bukhari 5949)
Hadits dimaknakan seolah-olah sebaik-baik manusia setelah para Nabi yang utama adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian para Sahabat, para Tabi’in , para Tabi’ut Tabi’in barulah kaum muslim kemudian (khalaf). Mustahil kaum muslim kemudian(khalaf) akan lebih baik dari Tabi’ut Tabi’in apalagi lebih baik dari para Sahabat.
Pemaknaan atau pemahaman seperti itu adalah kesalahpahaman.
Para Sahabat, para Tabi’in , para Tabi’ut Tabi’in, mereka termasuk sebaik-baik manusia adalah karena mereka sebagai muslim atau mereka yang telah bersyahadat
Hal itu terkait dengan terkait dengan firman Allah ta’ala yang artinya, “kuntum khayra ummatin ukhrijat lilnnaasi“, “Kamu (umat Rasulullah) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” (QS Ali Imran [3]:110 ).
Kemudian diantara salafpun ada pula muslim namun tidak termasuk mereka yang mentaati Allah ta’ala dan RasulNya seperti kaum khawarij. Contohnya Abdurrahman ibn Muljam adalah seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu.Namun terpangaruh oleh hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatasnamakan Islam. Sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Imam Sayyidina Ali ra.
Oleh karenanya para Sahabat, para Tabi’in , para Tabi’ut Tabi’in, mereka termasuk sebaik-baik manusia karena muslim dan termasuk mereka yang mentaati Allah ta’ala dan RasulNya karena mereka mencapai maqom dekat dengan Allah Azza wa Jalla yakni maqom sholeh.
Seorang muslim dikatakan telah mentaati Allah dan RasulNya sehingga mendapatkan maqom disisiNya atau dekat dengan Allah Azza wa Jalla adalah 4 golongan manusia yakni para Nabi (Rasulullah yang utama), para Shiddiqin, para Syuhada dan muslim yang sholeh
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Semakin dekat kita kepada Allah sehingga menjadi kekasihNya (Wali Allah). Maqom Shiddiqin atau kedekatan dengan Allah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/09/2011/09/28/maqom-wali-allah/
Oleh karenanya para Sahabat, para Tabi’in , para Tabi’ut Tabi’in mendapatkan maqom disisiNya minimal maqom sholeh sehingga mereka dinamakan Salaf yang sholeh atau Salafush Sholeh
Begitupula diantara Salafush Sholeh tidaklah seluruhnya mendapatkan maqom Wali Allah. Semakin dekat seorang muslim kepada Allah Azza wa Jalla sehingga meraih cintaNya maka dibuktikan bahwa doa mereka yang meraih cintaNya sehigga menjadi kekasihNya (Wali Allah) pasti akan dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla
Dalam sebuah hadits qudsi Allah ta’ala berfirman “jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.” (HR Bukhari 6021)
Begitu pula diantara Salafush Sholeh , mereka mungkin saja berbeda maqom disisiNya seperti terlukiskan dalam hadits berikut
Suatu hari Umar r.a. kedatangan rombongan dari Yaman, lalu ia bertanya :
“Adakah di antara kalian yang datang dari suku Qarn?”.
Lalu seorang maju ke dapan menghadap Umar. Orang tersebut saling bertatap pandang sejenak dengan Umar. Umar pun memperhatikannya dengan penuh selidik.
“Siapa namamu?” tanya Umar.
“Aku Uwais”, jawabnya datar.
“Apakah engkau hanya mempunyai seorang Ibu yang masih hidup?, tanya Umar lagi.
“Benar, Amirul Mu’minin”, jawab Uwais tegas.
Umar masih penasaran lalu bertanya kembali “Apakah engkau mempunyai bercak putih sebesar uang dirham?” (maksudnya penyakit kulit berwarna putih seperti panu tapi tidak hilang).
“Benar, Amirul Mu’minin, dulu aku terkena penyakit kulit “belang”, lalu aku berdo’a kepada Allah agar disembuhkan. Alhamdulillah, Allah memberiku kesembuhan kecuali sebesar uang dirham di dekat pusarku yang masih tersisa, itu untuk mengingatkanku kepada Tuhanku”.
“Mintakan aku ampunan kepada Allah”.
Uwais terperanjat mendengar permintaan Umar tersebut, sambil berkata dengan penuh keheranan. “Wahai Amirul Mu’minin, engkau justru yang lebih behak memintakan kami ampunan kepada Allah, bukankah engkau sahabat Nabi?”
Lalu Umar berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata “Sesungguhnya sebaik-baik Tabiin adalah seorang bernama Uwais, mempunyai seorang ibu yang selalu dipatuhinya, pernah sakit belang dan disembuhkan Allah kecuali sebesar uang dinar di dekat pusarnya, apabila ia bersumpah pasti dikabulkan Allah. Bila kalian menemuinya mintalah kepadanya agar ia memintakan ampunan kepada Allah”
Uwais lalu mendoa’kan Umar agar diberi ampunan Allah. Lalu Uwais pun menghilang dalam kerumunan rombongan dari Yaman yang akan melanjutkan perjalanan ke Kufah. (HR Ahmad, HR Muslim 4612)
Jadi sebaik-baiknya manusia atau sebaik-baik muslim tidak dibatas oleh generasi atau kapan mereka hidup.
Sebaik-baik manusia hingga mencapai sebaik-baik muslim adalah mereka yang dapat meraih maqom disisiNya yakni minimal maqom sholeh atau muslim berakhlakul karimah, muslim yang selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla sehingga mereka selalu menghindari perbuatan keji dan mungkar dan yang terbaik adalah muslim yang Ihsan, muslim yang bertemu Allah ta’ala hingga menyaksikan Allah dengan hati (ain bashiroh) atau muslim berma’rifat hingga mereka termasuk muslim bukan Nabi yang meraih maqom kekasih Allah atau Wali Allah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt seorang dari shahabatnya berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka. Nabi Saw menjawab dengan sabdanya: Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.”Seorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mudah-mudahan kami menyukainya. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Yunus [10]:62 )
Kesimpulannya, kalau memang ingin mengikuti penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh maka marilah mengikuti apa yang disampaikan oleh Imam Mazhab yang empat dan penjelasan dari ulama yang mengikuti Imam Mazhab yang empat sambil merujuk dari mana mengambilnya yakni Al Qur'an dan As Sunnah.
Ingatlah selalu bahwa yang melihat penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh adalah Imam Mazhab yang empat bukan mereka yang mengaku-aku mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Dalam tulisan sebelumnya pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/02/02/potongan-perkataan-ulama/ bagaimana mereka terhasut oleh potongan perkataan ulama dan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/02/03/terhasut-pengalihan-makna/ bagaimana mereka terhasut oleh pengalihan makna perkataan ulama.
Semua itu adalah bagian dari hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi untuk meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah.
Salah satu penghasutnya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf.
Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
“Rencana kerja” kaum Zionis Yahudi , salah satu contohnya tertuang dalam protokol Zionis yang ketujuhbelas
…Kita telah lama menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para ulama non-Yahudi dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakat mereka berkurang dari hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari paham agama telah dikumandangkan dimana-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan bertumbangan..
Dalam rangka agar umat Islam “meninggalkan” Imam Mazhab yang empat disebarluaskanlah hasutan bahwa Imam Mazhab yang empat tidak maksum. Pada hakikatnya kaum muslim tidak perlu terhasut karena kita telah paham yang maksum adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedangkan Imam Mazhab yang empat, mereka itu mahfuzh (dipelihara) dengan pemeliharaan Allah Azza wa Jalla terhadap orang-orang sholeh.
Hasutan lainnya untuk “meninggalkan” Imam Mazhab yang empat disebarluaskanlah hasutan seolah-olah bertujuan janganlah mengikuti Imam Mazhab yang empat tapi “ikutilah Salafush Sholeh” , “ikutilah pemahaman, penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh”. Pada hakikatnya kaum muslim tidak perlu terhasut karena dengan mengikuti apa yang disampaikan oleh Imam Mazhab yang empat yang melihat sendiri penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh pada hakikatnya juga mengikuti Salafush Sholeh.
Imam Mazhab yang empat tentu telah menyadari bahwa kaum muslim generasi berikutnya tentulah tidak akan melihat penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh oleh karenanya apa yang mereka yang dapatkan dari bertemu dan bertalaqqi(mengaji) dengan Salafush Sholeh, serta mendapatkan pemahaman Salafush Sholeh langsung dari lisannya Salafush Sholeh maka oleh para Imam Mazhab yang empat disampaikan dalam kitab fiqih agar kaum muslim generasi berikutnya dapat “melihat” penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh melalui kitab fiqih Imam Mazhab yang empat.
Hasutan lainnya adalah dalam bentuk mendiskreditkan para ulama berdasarkan generasi atau zaman mereka terlahir. Dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/27/salaf-dan-khalaf/ telah diuraikan bagaimana mereka terhasut bahwa sebaik-baik manusia dipengaruhi oleh generasi mereka terlahir kedunia. Timbulah istilah ulama khalaf dan ulama salaf. Seolah-olah “kualitas” ulama khalaf pastilah di bawah “kualitas” ulama salaf.
Hadits yang disalahmaknakan adalah
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian orang-orang pada masa berikutnya, kemudian orang-orang pada masa berikutnya, kemudian setelah mereka akan datang suatu kaum kesaksian mereka mendahului sumpah mereka, dan sumpah mereka mendahului kesaksian mereka.” (HR Bukhari 5949)
Hadits dimaknakan seolah-olah sebaik-baik manusia setelah para Nabi yang utama adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian para Sahabat, para Tabi’in , para Tabi’ut Tabi’in barulah kaum muslim kemudian (khalaf). Mustahil kaum muslim kemudian(khalaf) akan lebih baik dari Tabi’ut Tabi’in apalagi lebih baik dari para Sahabat.
Pemaknaan atau pemahaman seperti itu adalah kesalahpahaman.
Para Sahabat, para Tabi’in , para Tabi’ut Tabi’in, mereka termasuk sebaik-baik manusia adalah karena mereka sebagai muslim atau mereka yang telah bersyahadat
Hal itu terkait dengan terkait dengan firman Allah ta’ala yang artinya, “kuntum khayra ummatin ukhrijat lilnnaasi“, “Kamu (umat Rasulullah) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” (QS Ali Imran [3]:110 ).
Kemudian diantara salafpun ada pula muslim namun tidak termasuk mereka yang mentaati Allah ta’ala dan RasulNya seperti kaum khawarij. Contohnya Abdurrahman ibn Muljam adalah seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu.Namun terpangaruh oleh hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatasnamakan Islam. Sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Imam Sayyidina Ali ra.
Oleh karenanya para Sahabat, para Tabi’in , para Tabi’ut Tabi’in, mereka termasuk sebaik-baik manusia karena muslim dan termasuk mereka yang mentaati Allah ta’ala dan RasulNya karena mereka mencapai maqom dekat dengan Allah Azza wa Jalla yakni maqom sholeh.
Seorang muslim dikatakan telah mentaati Allah dan RasulNya sehingga mendapatkan maqom disisiNya atau dekat dengan Allah Azza wa Jalla adalah 4 golongan manusia yakni para Nabi (Rasulullah yang utama), para Shiddiqin, para Syuhada dan muslim yang sholeh
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Semakin dekat kita kepada Allah sehingga menjadi kekasihNya (Wali Allah). Maqom Shiddiqin atau kedekatan dengan Allah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/09/2011/09/28/maqom-wali-allah/
Oleh karenanya para Sahabat, para Tabi’in , para Tabi’ut Tabi’in mendapatkan maqom disisiNya minimal maqom sholeh sehingga mereka dinamakan Salaf yang sholeh atau Salafush Sholeh
Begitupula diantara Salafush Sholeh tidaklah seluruhnya mendapatkan maqom Wali Allah. Semakin dekat seorang muslim kepada Allah Azza wa Jalla sehingga meraih cintaNya maka dibuktikan bahwa doa mereka yang meraih cintaNya sehigga menjadi kekasihNya (Wali Allah) pasti akan dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla
Dalam sebuah hadits qudsi Allah ta’ala berfirman “jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.” (HR Bukhari 6021)
Begitu pula diantara Salafush Sholeh , mereka mungkin saja berbeda maqom disisiNya seperti terlukiskan dalam hadits berikut
Suatu hari Umar r.a. kedatangan rombongan dari Yaman, lalu ia bertanya :
“Adakah di antara kalian yang datang dari suku Qarn?”.
Lalu seorang maju ke dapan menghadap Umar. Orang tersebut saling bertatap pandang sejenak dengan Umar. Umar pun memperhatikannya dengan penuh selidik.
“Siapa namamu?” tanya Umar.
“Aku Uwais”, jawabnya datar.
“Apakah engkau hanya mempunyai seorang Ibu yang masih hidup?, tanya Umar lagi.
“Benar, Amirul Mu’minin”, jawab Uwais tegas.
Umar masih penasaran lalu bertanya kembali “Apakah engkau mempunyai bercak putih sebesar uang dirham?” (maksudnya penyakit kulit berwarna putih seperti panu tapi tidak hilang).
“Benar, Amirul Mu’minin, dulu aku terkena penyakit kulit “belang”, lalu aku berdo’a kepada Allah agar disembuhkan. Alhamdulillah, Allah memberiku kesembuhan kecuali sebesar uang dirham di dekat pusarku yang masih tersisa, itu untuk mengingatkanku kepada Tuhanku”.
“Mintakan aku ampunan kepada Allah”.
Uwais terperanjat mendengar permintaan Umar tersebut, sambil berkata dengan penuh keheranan. “Wahai Amirul Mu’minin, engkau justru yang lebih behak memintakan kami ampunan kepada Allah, bukankah engkau sahabat Nabi?”
Lalu Umar berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata “Sesungguhnya sebaik-baik Tabiin adalah seorang bernama Uwais, mempunyai seorang ibu yang selalu dipatuhinya, pernah sakit belang dan disembuhkan Allah kecuali sebesar uang dinar di dekat pusarnya, apabila ia bersumpah pasti dikabulkan Allah. Bila kalian menemuinya mintalah kepadanya agar ia memintakan ampunan kepada Allah”
Uwais lalu mendoa’kan Umar agar diberi ampunan Allah. Lalu Uwais pun menghilang dalam kerumunan rombongan dari Yaman yang akan melanjutkan perjalanan ke Kufah. (HR Ahmad, HR Muslim 4612)
Jadi sebaik-baiknya manusia atau sebaik-baik muslim tidak dibatas oleh generasi atau kapan mereka hidup.
Sebaik-baik manusia hingga mencapai sebaik-baik muslim adalah mereka yang dapat meraih maqom disisiNya yakni minimal maqom sholeh atau muslim berakhlakul karimah, muslim yang selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla sehingga mereka selalu menghindari perbuatan keji dan mungkar dan yang terbaik adalah muslim yang Ihsan, muslim yang bertemu Allah ta’ala hingga menyaksikan Allah dengan hati (ain bashiroh) atau muslim berma’rifat hingga mereka termasuk muslim bukan Nabi yang meraih maqom kekasih Allah atau Wali Allah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt seorang dari shahabatnya berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka. Nabi Saw menjawab dengan sabdanya: Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.”Seorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mudah-mudahan kami menyukainya. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Yunus [10]:62 )
Kesimpulannya, kalau memang ingin mengikuti penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh maka marilah mengikuti apa yang disampaikan oleh Imam Mazhab yang empat dan penjelasan dari ulama yang mengikuti Imam Mazhab yang empat sambil merujuk dari mana mengambilnya yakni Al Qur'an dan As Sunnah.
Ingatlah selalu bahwa yang melihat penerapan, perbuatan serta contoh nyata dalam beribadah dari Salafush Sholeh adalah Imam Mazhab yang empat bukan mereka yang mengaku-aku mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Tidak ada komentar:
Posting Komentar