nal sekarang kaum Zionis Yahudi adalah pengikut syaitan
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan setelah datang kepada
mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang
ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab
(Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya,
seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu
mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan
sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-102 )
Kaum Zionis Yahudi karena mereka adalah pengikut syaitan maka mereka
ingin menyesatkan manusia, contohnya mereka menyesatkan kaum Nasrani
Kaum Zionis Yahudi , Allah ta’ala menyampaikan dalam firmanNya yang arti “yaitu orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka yang dijadikan kera dan babi.” (QS al-Ma’idah [5]:60)
Kaum Nasrani, Allah ta’ala menyampaikan dalam firmanNya yang arti “Dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat
dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan
kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS al-Ma’idah: [5]:77)
Hadits yang diriwayatkan Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi
bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum Nasrani.“
Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, dia berkata, “Saya bertanya kepada RasulullahShallallahu alaihi wasallam ihwal ‘bukan jalannya orang-orang yang dimurkai’. Beliau bersabda, “Yaitu kaum Yahudi.’
Dan bertanya ihwal ‘bukan pula jalannya orang-orang yang sesat’.
“Beliau bersabda, ‘Kaum Nasrani adalah orang-orang yang sesat.’
Sekarang kaum Zionis Yahudi ingin menyesatkan kaum muslim sehingga mereka “kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah”
dengan pemahaman mereka sendiri berdasarkan makna
dzahir/harfiah/tertulis/tersurat atau memahami dengan metodologi
“terjemahkan saja” dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah
(terminologi) saja. Serupa dengan kompetensi yang dikuasai oleh kaum
Zionis Yahudi yang diperlukan untuk menghasut kaum muslim sehingga
timbul perselisihan karena perbedaan pemahaman.
Sekarang ini tersebarluas tempat kursus kilat untuk dapat mengerti
bahasa Arab, tujuannya untuk dapat mempelajari atau memahami Al Qur’an
dan As Sunnah secara mandiri.
Padahal untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah, tidak cukup dengan
arti bahasa. Diperlukan kompetensi menguasai alat bahasa seperti Nahwu,
Shorof, Balaghoh (ma’ani, bayan dan badi’).
Apalagi jika ingin menetapkan hukum-hukum syara’ bedasarkan dalil
syar’i diperlukan penguasaan ilmu ushul fiqih. Penjelasan tentang hal
ini telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/10/07/tak-cukup-arti-bahasa/
Ilmu fiqh adalah hukum yang terinci pada setiap perbuatan manusia,
baik halal, haram, makruh atau wajib beserta dalilnya masing-masing.
Adapun pengertian ‘ashl’ (jamaknya: ‘ushul’) menurut etimologi adalah
dasar (fundamen) yang diatasnya dibangun sesuatu. Pengertian ini sama
dengan pengertian ushul secara terminologi, karena ushul fiqh menurut
terminologi adalah “dasar yang dijadikan pijakan oleh ilmu fiqh”.
Oleh karena itu Syeikh Kamaluddin ibn Himam di dalam Tahrir
memberikan defenisi ushul fiqh: “ushul fiqh adalah pengertian tentang
kaidah-kaidah yang dijadikan sarana (alat) untuk menggali hukum-hukum
fiqh”. Atau dengan kata lain, ushul fiqh adalah kaidah-kaidah yang
menjelaskan tentang cara (methode) pengambilan (penggalian) hukum-hukum
yang berkaitan dengan perbuatan manusia dari dalil-dalil syar’i.
Sebagai contoh, ushul fiqh mnenetapkan, bahwa perintah (amar) itu
menunjukkan hukum wajib, dan larangan (nahi) menunjukkan hukum haram
dan lain lain.
Jadi Ushul Fiqh adalah pendekatan metodologi yang harus diikuti dalam
penafsiran teks, atau dengan redaksi lain, Ushul Fiqh adalah tata
bahasa dan ilmu pengetahuan yang harus diikuti dalam upaya menggali
hukum dari sumber-sumbernya. Atau menjelaskan sumber-sumber hukum fiqh
yang sudah mendapatkan legitimasi syari’at seperti Al-Quran, Sunnah,
konsensus, analogi, dan seterusnya.
Berkata Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah : Aku bertanya pada
bapakku : “Ada seorang lelaki yang memiliki kitab-kitab mushannaf, di
dalam kitab tersebut ada perkataan Rasulullah Shallallahu alaihi wa
Sallam, para sahabat dan tabi’in, akan tetapi ia tidak meliliki ilmu
untuk bisa mengetahui hadits yang lemah yang matruk dan tidak pula bisa
membedakan hadits yang kuat dari yang lemah, maka bolehkah
mengamalkan sesuai dengan apa yang dia inginkan dan memilih
sekehendaknya lantas ia berfatwa dan mengamalkannya?”. Beliau menjawab
: “Tidaklah boleh mengamalkannya sehingga ia bertanya dari apa yang
ia ambil, maka hendaknya ia beramal di atas perkara yang shahih dan
hendaknya ia bertanya tentang yang demikian itu kepada ahli ilmu”
(lihat i’lamul muwaqi’in 4/179)
Untuk memahami hukum bersumber dari Al Quran dan As Sunnah maka
harus betul betul memahami gaya bahasa (uslub) yang ada dalam bahasa
Arab dan cara penunjukkan lafazh nash kepada artinya.
Kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat menggali sendiri dari Al Qur’an dan As Sunnah seperti
a. Mengetahui dan menguasai bahasa arab sedalam-dalamnya, karena
al-Quran dan as-sunnah diturunkan Allah dan disampaikan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam bahasa Arab yang fushahah dan
balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas dan dalam, mengandung
hukum yang harus diterima. Yang perlu diketahui dan dikuasainya bukan
hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa
arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’).
b. Mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak,
bagaimana mungkin menggali hukum secara baik dan benar dari al-Quran dan
as-Sunnah padahal tidak menguasai sifat lafad-lafad dalam al-Quran
dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada lafadz nash, ada
lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz
muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang
muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. Semua
itu masing-masing mempengaruhi hukum-hukum yang terkandung di
dalamnya.
c. Mengetahui dan menguasai dalil ‘aqli penyelaras dalil naqli terutama dalam masalah-masalah yaqiniyah qath’iyah.
d. Mengetahui yang nasikh dan yang mansukh dan mengetahui asbab
an-nuzul dan asbab al-wurud, mengetahui yang mutawatir dan yang ahad,
baik dalam al-Quran maupun dalam as-Sunnah. Mengetahui yang sahih dan
yang lainnya dan mengetahui para rawi as-Sunnah.
e. Mengetahui ilmu-ilmu yang lainnya yang berhubungan dengan tata cara menggali hukum dari al-Quran dan as-Sunnah.
Bagi yang tidak memiliki sanad ilmu dan kompetensi di atas maka
termasuk orang awam (bukan ahli istidlal) sehingga tidak ada jalan lain
kecuali taqlid kepada imam mujtahid yang dapat dipertanggungjawabkan
kemampuannya.
Diantara para mujtahid yang madzhabnya mudawwan adalah empat imam mujtahid, yaitu:
- Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit;
- Imam Malik bin Anas;
- Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i ; dan
- Imam Ahmad bin Hanbal.
Jadi bermazhab adalah sebuah kebutuhan bagi kaum muslim yang tidak lagi bertemu dengan Salafush Sholeh.
Al Qur’an adalah kitab petunjuk namun kaum muslim membutuhkan seorang
penunjuk. Penunjuk para Sahabat adalah Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam. Penunjuk para Tabi’in adalah para Sahabat. penunjuk para
Tabi’ut Tabi’in adalah para Tabi’in dan penunjuk kaum muslim sampai
akhir zaman adalah Imam Mazhab yang empat.
Suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengadu kepada Tuhan: “Aku
akan meninggalkan dunia ini, Aku akan meninggalkan umatku. Siapakah
yang akan menuntun mereka setelahku? Bagaimana nasib mereka sesudahku?”
Allah ta’ala lalu menurunkan firman-Nya :
walaqad atainaaka sab’an mina almatsaanii wal wur’aana al’azhiima (QS Al Hijr [15] : 87)
“Kami telah mengaruniakanmu Assab’ul-matsani dan al-Qur’an yang agung..” (Q.S. 15:87)
Kita temukan terjemahan yang seperti misalnya versi Departemen Haji
dan Wakaf Saudi Arabia tahun 1990 yang telah menambahkan kata-kata
"ayat yang dibaca" pada ayat di atas sehingga secara lengkapnya versi
Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia tahun 1990 berbunyi:
"Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Qur'an yang agung"
Frasa yang bermakna "ayat yang dibaca" tidak akan ditemukan
pada kalimat asli (Q.S. 15:87) Mestinya kata-kata tambahan yang
berpotensi mengelirukan makna diapit oleh tanda kurung, sehingga
pembaca memaklumi bahwa kata-kata tersebut bukan bagian dari firman
Allah.
Allah melaknati perbuatan mengada-ada tulisan seakan-akan itu bagian
dari apa yang diwahyukanNya. Kepada mereka Allah menjanjikan
kecelakaan.
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan
tangan-tangan mereka, kemudian mereka berkata, 'Ini dari Allah',
supaya mereka menjualnya untuk harga yang sedikit; kecelakaanlah bagi
mereka karena apa yang tangan-tangan mereka tulis, dan kecelakaanlah
bagi mereka karena usaha-usaha mereka." (Q.S. 2:79)
Assab’ul-matsani dan al-Qur’an, dua pegangan yang menyelamatkan kita
dari kesesatan, dua perkara yang telah membuat Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam tenang meninggalkan umat.
Al Qur’an kita telah mengetahuinya lalu apakah yang dimaksud dengan Assab’ul-matsani ?
“Sab’an minal-matsani” terdiri dari tiga kata; Sab’an, Min dan
al-Matsani. Sab’an berarti tujuh. Min berarti dari. Sementara al-Matsani
adalah bentuk jama’ dari Matsna yang artinya dua-dua. Dengan demikian
maka Matsani berarti empat-empat (berkelompok-kelompok, setiap
kelompok terdiri dari empat).
Dalam sebuah hadits Rasul menyebutkan bahwa Assab’ul-matsani itu
adalah surat Fatihah. Itu benar, namun yang dimaksud oleh hadits
tersebut adalah bahwasanya Assab’ul-matsani (tujuh kelompok) itu telah
diisyaratkan oleh salah satu ayat dalam surat Fatihah, tepatnya pada
firman-Nya :
” اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم “
Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau karuniai nikmat. Mereka itulah Assba’ul-matsani, sebagaimana firman Allah :
” الذين أنعم الله عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا “
Orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah adalah: Para nabi, para
shiddiqin, para syuhada’ dan orang-orang shalih, mereka itulah
sebaik-baik teman. Mereka itulah Assab’ul-matsani.
Imam Mazhab yang empat adalah termasuk Assab’ul-matsani. Selengkapnya telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/09/16/yang-dikaruniai-nikmatnya/ dan http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/09/17/seorang-penunjuk/
Sunan Bonang salah satu dari Wali Songo memberikan petunjuk dalam
syair lagu yang berjudul "Tombo Ati" atau "Obat hati" agar kita
berkumpul dengan muslim yang sholeh
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono
Yang ketiga, berkumpulah dengan orang sholeh
“ar-ruuhu junnudun mujannadah"
“Ruh itu kelompok (berbala) yang mengelompok atau teman yang ditemankan.” (HR Bukhari)
Kalau kita berkumpul dengan orang-orang sholeh, maka kita akan
menjadi orang sholeh. Orang sholeh seperti penjual minyak wangi – kata
Nabi. Jadi orang sholeh itu akan menyemprotkan wangi-wangiannya ke
sekelilingnya. Jadi sekitarnya akan menjadi wangi karenanya. Oleh
karena itu dekat-dekatlah kita kepada penjual minyak wangi sebab
kalaupun toh tidak mampu membeli kita akan memperoleh bau wanginya.
Berkumpul adalah melihat dan mendengar. Termasuk berkumpul dengan orang
sholeh jika kita membaca tulisan/buku-buku yang ditulis oleh para
ulama yang sholeh.
Sedangkan mereka yang mengaku-aku mengikuti Salafush Sholeh pada
kenyataannya mereka tidak memperlihatkan ke-sholeh-annya. Mereka suka
sekali berkata atau menuliskan kata-kata buruk, mencela, memperolok
olok, memberikan julukan julukan yang tidak baik. Semua itu dapat
menjerumuskan mereka menjadi kaum munafik, tidak sesuai pengakuan dengan
perilaku. Kita sudah paham bahwa kaum munafik akan bertempat di
neraka yang paling dasar
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada
tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak
akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka“. QS An Nisaa [4]:145 )
Cintailah kaum muslim sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/10/06/cintailah-kaum-muslim/
Diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Demi
Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum
sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai.” (HR Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kamu akan
melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan
menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh
yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut
merasakan sakitnya).” (HR Bukhari 5552) (HR Muslim 4685)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim).
Cintailah kaum muslim karena orang-orang yang tidak mencintai kaum
muslim atau orang yang mempunyai rasa permusuhan dengan kaum muslim
adalah kaum Yahudi atau yang dikenal sekarang kaum Zionis Yahudi dan
kaum musyrik.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” (QS Al Maaidah [5]: 82)
Jadi kalau ada seorang muslim membenci muslim lainnya atau bahkan
membunuhnya maka kemungkinan besar dia adalah korban hasutan atau
korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi.
Seberapa besarpun dosa mereka dan kesalahpahaman mereka, sebaiknya
berdakwah tidak dengan “kekerasan”. Bayangkan berdakwah agar manusia
mau beragama atau agar masuk Islam saja tidak dibolehkan dengan
paksaan.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Tidak ada paksaan untuk beragama (Islam) ” (QS Al Baqarah [2]:256)
Apalagi kita berdakwah kepada manusia yang telah bersyahadat,
seharusnyalah ketika kita berdakwah kepada mereka dengan membayangkan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kelak nanti akan memanggil mereka
dengan penuh cintanya, “ummati….ummati….ummati”.
Malulah kita kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tauladan kita semua.
Berikut adalah beberapa pesan dari Sayyidina Umar ra,
“Orang yang tidak memiliki tiga perkara berikut, berarti imannya
belum bermanfaat. Tiga perkara tersebut adalah santun ketika
mengingatkan orang lain; wara yang menjauhkannya dari hal-hal yang
haram / terlarang; dan akhlak mulia dalam bermasyarkat (bergaul)“.
“Yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah bangga terhadap
pendapatnya sendiri. Ketahuilah orang yang mengakui sebagai orang
cerdas sebenarnya adalah orang yang sangat bodoh. Orang yang mengatakan
bahwa dirinya pasti masuk surga, dia akan masuk neraka“
“Jangan pernah tertipu oleh teriakan seseorang (dakwah bersuara /
bernada keras). Tapi akuilah orang yang menyampaikan amanah dan tidak
menyakiti orang lain dengan tangan dan lidahnya“
“Jangan sampai kalian tertipu oleh puasa dan sholat seseorang. Tetapi perhatikan kejujuran, amanah dan waranya“
“Nilai seseorang dilihat dari agamanya. Dasarnya adalah akal dan wibawanya terletak pada akhlak“
Habib Ali Al Jifri mengatakan
***** awal kutipan ****
Maka tidak dibenarkan bagimu untuk menghina seseorang. Hinakanlah
maksiat tapi jangan kaum menghina pelaku maksiat.Hinakanlah kufur tapi
jangan kau menghina orang kafir karena dzat yang dihinakan pada kafir
itu adalah hakikat kekufurannya, apakah hakikat kekufuran itu ? yaitu
orang yang mati dalam keadaan kufur tetapi selagi dia hidup maka dia
tidak boleh dihina karena sesungguhnya kita tidak mengetahui bagaimana
dia akan mati maka kita tidak dibenarkan menghina seseorangpun dari
makhluk Allah
Ada tiga jenis bentuk pandangan, sehingga kita tidak mendholimi hati
ini (maksudnya adalah pandangan yang tidak boleh kita lakukan)
1. Melihat kepada aurot (yakni apa yang diingini nafsu) dengan pandangan Nafsu
2. Melihat dunia dengan pandangan pengagungan (Ainu al ta’dhim)
3. Melihat makhluk Allah dengan pandangan penghinaan (Ainu Al tahqir)
Tiga pandangan ini mudah mudahan kita dijauhkan dari padanya , kita
berlidung dari tiga perkara ini dengan pandangan yang akan memberikan
pancaran pada hati ini, sedangkan pandangan yang dapat memberikan
pancaran pada hati ini adalah :
1. pandangan yang dibenarkan Allah Azza Wajalla untuk dilihat dengan pandangan tafakkur (Ainu Al tafakkur)
2. pandangan kepada orang tua ,kepada ulama ,kepada saudara saudara
muslim dengan pandangan kasih sayang / cinta “Ainu Almahabbah”
3. pandangan kepada pelaku maksiat dengan pandangan belas kasihan (Ainu Al syafaqoh)
4. pandangan kepada orang yang taat dengan pandangan memuliakan (Ainu Al-ijlal)
***** akhir kutipan *****
Oleh karenanyalah kita sebaiknya berdakwah bil hikmah dengan memahami
hakikat perintah dan laranganNya kemudian menyampaikan dengan cara
yang arif bijaksana sehingga objek dakwah dapat memahami, menerima dan
mengikuti atas kesadarannya sendiri. Sehingga mereka beribadah bukan
karena kita (kita perintah) atau bukan karena terpaksa (kita paksa)
namun karena Allah ta’ala semata.
Kaum yang dicintai Allah dan mereka mencintai Allah adalah kaum
muslim yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah,
dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang
mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad
dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha
Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Yang dimaksud “orang yang murtad dari agamanya” adalah
orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi. Murtad
dikarenakan pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman
mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) yang disebut juga dengan
khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk
isim fail) artinya yang keluar.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengatakan bahwa orang-orang
seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi yang keras kepada
kaum muslim bahkan membunuh kaum muslim dan membiarkan para penyembah
berhala atau membiarkan kaum Zionis Yahudi bahkan berteman dengan
mereka adalah mereka keluar dari Islam atau murtad
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Dari kelompok
orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an
tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka
membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala;
mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya.
Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti
musnahnya kaum ‘Ad. (HR Muslim 1762)
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi
mempergunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir lantas
mereka terapkan untuk menyerang kaum muslim
Abdullah bin Umar ra dalam mensifati kelompok khawarij mengatakan: “Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi orang-orang kafir lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang beriman”.[Lihat: kitab Sohih Bukhari jilid:4 halaman:197].
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi,
mereka yang membaca Al Qur’an namun tidak melampaui tenggorokan,
artinya tidak sampai ke hati atau tidak menjadikan mereka berakhlak
baik, ciri-ciri lainnya adalah
1. Suka mencela dan mengkafirkan kaum muslim
2. Merasa paling benar dalam beribadah.
3. Berburuk sangka kepada kaum muslim
4. Sangat keras kepada kaum muslim bahkan membunuh kaum muslim namun
lemah lembut kepada kaum Yahudi. Mereka kelak bergabung dengan Dajjal
bersama Yahudi yang telah memfitnah atau menyesatkan kaum Nasrani.
Rasulullah masuk ke kamarku dalam keadaan aku sedang menangis. Beliau
berkata kepadaku: ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Aku menjawab: ‘Saya
mengingat perkara Dajjal maka aku pun menangis.’ Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Jika dia keluar sedang aku
masih berada di antara kalian niscaya aku akan mencukupi kalian. Jika
dia keluar setelah aku mati maka ketahuilah Rabb kalian tidak buta
sebelah. Dajjal keluar bersama orang-orang Yahudi Ashbahan hingga
datang ke Madinah dan berhenti di salah satu sudut Madinah. Madinah
ketika itu memiliki tujuh pintu tiap celah ada dua malaikat yang
berjaga. maka keluarlah orang-orang jahat dari Madinah mendatangi
Dajjal.”
Dajjal tidak dapat melampaui Madinah namun orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi akan keluar dari Madinah menemui
Dajjal
Oleh karenanya orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim
an Najdi yang merupakan korban hasutan atau korban ghazwul fikri
(perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi akan selalu membela,
bekerjasama dan mentaati kaum yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla
yakni kaum Zionis Yahudi
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum
yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari
golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka
bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka
tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai
apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka,
dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi.
Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak
menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila
mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila
mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur
benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena
kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
Kita harus terus meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya ghazwul
fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi
sehingga suatu zaman yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan
kepada kami Ya’qub bin Abdurrahman dari Suhail dari ayahnya dari Abu
Hurairah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Kiamat
tidak terjadi hingga kaum muslimin memerangi Yahudi lalu kaum
muslimin membunuh mereka hingga orang Yahudi bersembunyi dibalik batu
dan pohon, batu atau pohon berkata, ‘Hai Muslim, hai hamba Allah, ini
orang Yahudi dibelakangku, kemarilah, bunuhlah dia, ‘ kecuali pohon
gharqad, ia adalah pohon Yahudi’.”
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tidak ada komentar:
Posting Komentar