PERTANYAAN
Al Murtadho
ASSALAMU'ALAIKUM
Gus,
ning, pakde, bude bude.. Numpang nanya... Yang menjadi acuan dalam
nishab zakat tijarah itu emas yg bagaimana? Haruskah emas murni? dan
ukuran berapa karat? Matur suwun semoga Allah merahmati kita semua..
JAWABAN
Opick Syahreza
" wa,alaikum salam
mas murni,
ketentuan zakat tijarah : 1. Berjalan 1 tahun ( haul ), Pendapat Abu Hanifah lebih kuat dan realistis yaitu dengan menggabungkan semua harta perdagangan pada awal dan akhir dalam satu tahun kemudian dikeluarkan zakatnya. 2. Nisab zakat perdagangan sama dengan nisab emas yaitu 20 Dinar atau senilai 85 gr emas 3. Kadarnya zakat sebesar 2,5 % 4. Dapat dibayar dengan uang atau barang 5. Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan. 6. Pada badan usaha yang berbentuk serikat (kerjasama), maka jika semua anggota serikat tersebut beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang berserikat. Tetapi jika anggota serikat terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota serikat muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nisab). "
Al Murtadho
Nggeh pakde dalem paham, tapi yg menjadi acuan itu emas yg gimana gitu lho,, emas kan ada berbagai tipe, ada murni, ndak murni.. Lha yg murni nantinya juga masih ada ukurannya,, ada 24 karat, 22 karat dan 18 karat gitu pakde..
Opick Syahreza
"24 karat, Nisab harta dagangan yang terkena kewajiban zakat adalah apabila telah mencapai harga emas murni (24 karat) sebanyak 20 dinar. Dalam menghitung 20 dinar menjadi gram, ditemukan beberapa pendapat, antara lain ada yang menghitung dengan 85 gram dan ada pula yang menghitung dengan 94 gram. Untuk lebih berhatihati dalam menunaikan ibadah zakat ini, kiranya lebih baik diambil pendapat yang menghitung lebih ringan yaitu 85 gram. Artinya, apabila yang ternyata benar adalah hitungan 85 gram, maka orang yang berzakat berarti telah menunaikan ketentuan (hukum) agama sebagaimana mestinya, namun apabila ternyata yang benar adalah hitungan 94 gram, orang berzakat tidak jatuh pada perbuatan yang salah, karena ia telah menunaikan zakatnya, sedangkan kelebihan yang dikeluarkan yaitu 1/20 x (94 gram85 gram) = 1/20 x 9 gram, diniatkan saja sebagai sadaqah. Tetapi apabila mengambil hitungan 94 gram, kemudian ternyata yang benar 85 gram, berarti orang yang memiliki harta dagangan seharga 8593 gram emas murni belum berzakat, padahal seharusnya ia telah berzakat. Sebagaimana diketahui apabila telah mencapai satu nisab dan telah memenuhi haulnya wajib berzakat. Selanjutnya untuk menjadi maklum bahwa dengan penjelasan ini berarti telah meluruskan "
Kudung Khantil Harsandi Muhammad
Istilah karat berasal dari bahasa Yunani keration yang kemudian diambil oleh bahasa- bahasa lain menjadi carat (Perancis), carato (Italia) dan qirat (Arab) yang berarti kacang polong. Pada zaman dulu biji- bijian sering digunakan untuk menakar benda berkuantitas keciil. Satu qirat sama dengan 4 butir kacang polong. Mulai tahun 1575 ukuran ini digunakan untuk menakar berat berlian. Ukuran keration Yunani ekuivalen dengan ukuran siliqua Romawi yang beratnya sama dengan seperduapuluhempat koin emas di zaman kaisar Konstantin dari Byzantium Timur. Sejak saat itu karat berarti “bagian dari seperduapuluhempat” dan ditetapkan menjadi ukuran untuk mengukur kadar kemurnian emas (bukan beratnya). Dengan demikian emas 24 karat adalah emas murni (tidak ada campuran logam lain). Emas 22 karat berarti terdiri dari 22 bagian emas, 1 bagian tembaga dan 1 bagian perak. Saat ini sistem karat diperluas menjadi sistem millesimal, yang diterapkan untuk mengukur kadar kemurnian campuran platina, emas, dan perak. Sistem ini lebih mudah dipahami karena menghitung bagian- bagian per seribu logam murni yang terkandung dalam suatu campuran logam (alloy). Jadi, jika disebutkan emas 750 berarti kandungan emasnya 75%, dan sisanya adalah logam-logam lain. Sistem millesimal menggunakan tiga angka bulat seperti contoh di atas. Di toko- toko emas saat ini orang pada umumnya tidak menggunakan karat melainkan menyebutkan prosentasi kadar emas, misalnya dengan menyebutkan emas 70, emas 80, yang berarti kandungan emasnya 70% dan 80%. (Julimar 2006, dari berbagai sumber)
Cuplikan Sejarah Dinar dan Dirham Perdagangan merupakan dasar perekonomian di jazirah Arab sebelum Islam datang. Mata uang yang dipergunakan pada waktu itu (di samping sistem barter yang masih eksis) adalah Dinar dari Romawi dan Dirham dari Persia. Hal ini dapat dimaklumi karena bangsa Romawi dan Persia merupakan mitra dagang bangsa Arab. Di samping, letak geografis daerah Arab terutama Hijaz. Sehingga memberi keuntungan tersendiri bagi daerah tersebut untuk dilalui oleh rute perdagangan antara Persia dan Romawi, Romawi ke India serta daerah jajahannya seperti Syam (Syiria), Etiopia dan Yaman. Adapun nilai satu dinar pada waktu itu sama dengan sepuluh dirham. Setelah Islam datang, mata uang dinar dan dirham pun masih digunakan sebagai alat transaksi pada zaman Nabi. Bahkan pada zaman ini mata uang dinar dan dirham diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Menurut standard World Islamic Trade Organization (WITO), nilai 1 Dinar saat itu setara dengan 4,25 gram emas 22 karat . Meskipun demikian, pada umumnya para ulama menentukan standar nishab zakat emas (dan uang) dengan emas 24 karat . Sebab kadar 24 karat adalah "identik" dengan emas murni. Sepanjang hidup Rasulullah SAW, kaum Muslim masih menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia dalam bentuk, cap, dan gambar aslinya. Demikian juga pada masa kekhilafahan Abu Bakar Ash Shiddiq dan awal kekhilafaan Umar bin Khaththab. Pada tahun 20 Hijriyyah -tahun ke-8 kekhilafahan Umar- Khalifah Umar mencetak uang dirham baru berdasarkan pola dirham Persia. Berat dan gambar, maupun tulisan Bahlawi-nya (huruf Persianya) tetap ada, hanya ditambah dengan lafal yang ditulis dengan huruf Arab gaya Kufi, seperti lafal "Bismillaah" (Dengan nama Allah) dan "Bismillaahi Rabbii" (Dengan nama Allah, Tuhanku) yang terletak pada tepi lingkaran. Tradisi ini dilestarikan kaum Muslim pada pencetakan uang untuk beberapa abad kemudian. Artikel ini bersumber dari beberapa situs berikut:
1. Situs-situs yang disebutkan di tengah artikel
2. http://emasdanpermata.webs.com
3. http://dinaremas24k.com
4. http://risdhy.multiply.com 5. http://wahyuriyadi.blogspot.com
Dalam fiqh ditetapkan bahwa yang dimaksud bahan emas adalah dzahab yang artinya emas dan Dinar sebaiknya Dzahab-Kholis ( ﺍﻟﺬﻫﺐ ﺍﻟﺨـﺎﻟﺺ emas murni, fine gold). Sehingga, penghitungan mitsqal didasarkan pada bahan murninya, meski berat dinar bisa lebih besar dari mitsqal karena dihitung emas murninya saja. Mengenai standar kemurnian logam mulia modern dimulai sejak abad ke 15 dikenal dua sistem yaitu kemurnian berdasarkan karat dengan basis 24 per-bagian (dari 1/24 bagian sampai 24/24 bagian) dan kemurnian berdasarkan prosentase logam dari 0% hingga 99.999..%. Standar ini baru dikenal kemudian meskipun teknologi pemurnian logam telah dikenal lama. Orang sering menyalahartikan sejarah bahwa sejarah standar kemurnian berhubungan dengan atau sama dengan sejarah teknologi pemurnian. Yang benar adalah bahwa di masa lalu telah ada standar kemurnian yang digunakan untuk pemurnian logam mulia sehingga “kholis” dengan standar baru yang membahas hal yang sama dengan perangkat ukuran yang berbeda. Hal serupa terjadi antara gram metric system dengan mitsqal yang meripakan standar “kuno”. Standar kemurnian berdasarkan karat membagi logam mulia ke dalam 24 bagian disebut Karat. Dan ini berhubungan dengan sistem prosentase.
ﻓﺎﻟﺰﻛﺎﺓ ﻻ ﺗﺠﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﺬﻫﺐ ﺇﻻ ﺇﺫﺍ ﺑﻠﻎ ﻧﺼﺎﺑﺎﻭﺣﺎﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺤﻮﻝ ﺍﻟﻬﺠﺮﻱ، ﻭﻧﺼﺎﺏ ﺍﻟﺬﻫﺐﻫﻮ ﻋﺸﺮﻭﻥ ﻣﺜﻘﺎﻻ ﻭﻫﻮ ﻣﺎ ﻳﺴﺎﻭﻱ 85 ﺟﺮﺍﻣﺎﻣﻦ ﺍﻟﺬﻫﺐ ﺍﻟﺨﺎﻟﺺ ﺗﻘﺮﻳﺒﺎ، ﻓﺈﺫﺍ ﻟﻢ ﻳﻜﻦﺍﻟﺬﻫﺐ ﺧﺎﻟﺼﺎ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﺑﻌﻴﺎﺭ 24 ﻓﻬﻮﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺑﺎﻟﻤﻐﺸﻮﺵ ﻭﻫﻮ ﻣﺎﺧﺎﻟﻄﻪ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺬﻫﺐ.ﻭﺍﻟﺮﺍﺟﺢ ﺃﻧﻪ ﻳﺰﻛﻰ ﺍﻟﺨﺎﻟﺺ ﻣﻨﻪ ﻓﻘﻂ،ﻓﻴﺤﺴﺐ ﻣﻘﺪﺍﺭﺍﻟﺬﻫﺐ ﺍﻟﻤﻮﺟﻮﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺒﻴﻜﺔﻓﺈﺫﺍ ﺑﻠﻎ ﻧﺼﺎﺑﺎ ﻭﺟﺒﺖ ﺯﻛﺎﺗﻪ، ﻭﻻ ﻳﺤﺴﺐ ﻣﻌﻪﻣﺎ ﺿﻢ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﻣﻌﺎﺩﻥ ﺃﺧﺮﻯ ﺃﻭ ﻓﺼﻮﺹ ﻣﻦﻏﻴﺮﻩ ﻣﻤّﺎ ﻻ ﺗﺠﺐ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ، ﺟﺎﺀ ﻓﻲﺍﻟﻤﻮﺳﻮﻋﺔ ﺍﻟﻔﻘﻬﻴﺔ ﻓﻲ ﺑﻴﺎﻥ ﻣﺬﺍﻫﺐ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀﻓﻲ ﺯﻛﺎﺓ ﺍﻟﺬﻫﺐ ﺍﻟﻤﺨﻠﻮﻁ ﺑﻐﻴﺮﻩ: ﺍﺧﺘﻠﻒﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﻓﻲ ﻭﺟﻮﺏ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻐﺸﻮﺵ .ﻓﺬﻫﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﺗﺠﺐﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻐﺸﻮﺵ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻘﺪﻳﻦ ﺣﺘﻰ ﻳﺒﻠﻎﺧﺎﻟﺼﻪ ﻧﺼﺎﺑﺎ، ﻓﺈﺫﺍ ﺑﻠﻐﻪ ﺃﺧﺮﺝ ﺍﻟﻮﺍﺟﺐﺧﺎﻟﺼﺎ، ﺃﻭ ﺃﺧﺮﺝ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻐﺸﻮﺵ ﻣﺎ ﻳﻌﻠﻢﺍﺷﺘﻤﺎﻟﻪ ﻋﻠﻰ ﺧﺎﻟﺺ ﺑﻘﺪﺭ ﺍﻟﻮﺍﺟﺐ ﻣﻊ ﻣﺮﺍﻋﺎﺓﺩﺭﺟﺔ ﺍﻟﺠﻮﺩﺓ .ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ : ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺭﻕﺍﻟﻤﺴﻜﻮﻙ ﺍﻟﻔﻀﺔ ﻓﻬﻮ ﻓﻲ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻤﻀﺮﻭﺏ،ﻓﺘﺠﺐ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻛﺄﻧﻪ ﻛﻠﻪ ﻓﻀﺔ، ﻭﻻ ﺗﺰﻛﻰﺯﻛﺎﺓ ﺍﻟﻌﺮﻭﺽ، ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﺍﻟﻐﺶ ﻓﻼﻳﻜﻮﻥ ﻟﻬﺎ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻔﻀﻴﺔ ﺑﻞ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻌﺮﻭﺽ، ﻓﻼﺯﻛﺎﺓ ﻓﻴﻬﺎ ﺇﻻ ﺇﻥ ﻧﻮﺍﻫﺎ ﻟﻠﺘﺠﺎﺭﺓ ﻭﺑﻠﻐﺖ ﻧﺼﺎﺑﺎﺑﺎﻟﻘﻴﻤﺔ .ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﻣﺴﻜﻮﻙ ﺍﻟﺪﺭﺍﻫﻢﻭﺍﻟﺪﻧﺎﻧﻴﺮ ﺍﻟﻤﻐﺸﻮﺷﺔ ﺭﺍﺋﺠﺔ ﻛﺮﻭﺍﺝﻏﻴﺮﺍﻟﻤﻐﺸﻮﺷﺔ ﻓﺈﻧﻬﺎ ﺗﻌﺎﻣﻞ ﻛﺎﻟﻜﺎﻣﻠﺔ ، ﻓﺘﻜﻮﻥﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺇﻥ ﺑﻠﻎ ﻭﺯﻧﻬﺎ ﺑﻤﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻐﺶﻧﺼﺎﺑﺎ، ﻭﺇﻻ ﺑﺄﻥ ﻟﻢ ﺗﺮﺝ ﺭﻭﺍﺝ ﺍﻟﻜﺎﻣﻠﺔ ﺣﺴﺐﺍﻟﺨﺎﻟﺺ ﻓﺈﻥ ﺑﻠﻎ ﻧﺼﺎﺑﺎ ﺯﻛﻲ ﻭﺇﻻ ﻓﻼ.ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻮﻛﺎﻧﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻴﻞ ﺍﻟﺠﺮﺍﺭ: ﻭﺃﻣﺎ ﻗﻮﻟﻪ:ﻏﻴﺮ ﻣﻐﺸﻮﺷﻴﻦ ﻓﺼﺤﻴﺢ ﻷﻥ ﻏﺶ ﺍﻟﺬﻫﺐﻭﺍﻟﻔﻀﺔ ﺑﻤﺎ ﻟﻴﺲ ﺑﺬﻫﺐ ﻭﻻ ﻓﻀﺔ ﻻ ﺗﺘﻌﻠﻖ ﺑﻪﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻭﻻ ﻳﺠﺐ ﻓﻴﻬﺎ ﻓﻴﺴﻘﻂ ﻗﺪﺭﺍﻟﻐﺶﻭﻳﺰﻛﻰ ﺍﻟﺨﺎﻟﺺ ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻫﺐ ﻭﺍﻟﻔﻀﺔ ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻥﺟﻨﺲ ﺍﻟﺬﻫﺐ ﻭﺍﻟﻔﻀﺔ ﺟﻴﺪﻳﻦ ﺃﻭ ﺭﺩﻳﺌﻴﻦ.ﺍﻧﺘﻬﻰ
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=125255
link dokumen :
https://www.facebook.com/groups/kasarung/doc/621328161225259/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar