PERTANYAAN
Husnul Khitam
Assalamu'alaikum saudara/i Huda.
apakah seorang anak laki_laki bisa menjadi wali nikah buat ibunya..?
Wassalamu'alaikum
JAWABAN
Khamidah Nda
wa'alaikum salam
Pertanyaan Anda tentang bisakan anak kandung menjadi wali bagi ibunya sendiri yang mau menikah dalam pandangan saya menarik untuk dikaji.
Sebab setelah ditelurusi pendapat para fuqaha dalam kitab-kitab mereka, ternyata jawabannya tidak seragam. Ada yang mengatakan tidak boleh, namun ada juga yang membolehkan.
Maka setidaknya, jawaban dari masalah ini masih menjadi titik perbedaan (khilafiyah) di tengah para ulama.
A. Tidak Boleh
Mazhab Asy-Syafi'iyah umumnya mengatakan bahwa anak laki-laki tidak boleh menjadi wali bagi ibundanya sendiri, apabila ibunya sudah janda dan ingin menikah lagi.
Hal itu lantaran anak kandung tidak termasuk ke dalam daftar urutan wali. Maka anak kandung tidak bisa menikahkan ibunya sendiri dengan suami barunya.
Pendapat mazhab Asy-Syafi'iyah ini cukup ppuler dan berlaku di negeri kita. Maka kalau kita tanyakan kepada para guru ngaji di Indonesia, umumnya mereka mengatakan tidak boleh.
1. Al-Minhaj Li An-Nawawi
Kalau kita buka salah satu kitab fiqih mazhab Asy-Syafi'iyah, yaitu Al-Minhaj karya Al-Imam An-Nawawi, ada daftar urutan wali nikah. Namun anak laki-laki tidak disebutkan disana.
وأحق الأولياء أب ثم جد ثم أبوه ثم أخ لأبوين أو لأب ثم ابنه وإن سفل ثم عم ثم سائر العصبة كالإرث، ويقدم أخ لأبوين على أخ لأب في الأظهر
Dan yang lebih berhak menjadi wali adalah ayah, kakek (ayahnya ayah), saudara laki-laki seayah-seibu, saudara laki-laki seayah saja, anak laki-laki dari saudara laki-laki dan kebawahnya, paman dan kemudian seluruh ashabah seperti waris. Dan diutamakan saudara seayah-seibu dari pada saudara seayah saja.
2. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Hukum positif yang berlaku di negeri ini tegas diambil dari mazhab Asy-Syafi'iyah ini. Oleh karena itu bila pertanyaan ini dikaitkan dengan hukum positif yang berlaku di negeri kita, katakanlah Kompilasi Hukum Islam (KHI), seorang anak laki-laki tidak boleh menjadi wali atas ibunya sendiri.
Pada Bagian Ketiga di Pasal 21 ayat (1) disebutkan bahwa :
Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam ur utan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tida knya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.
Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.
Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung a tau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.
Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara l aki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.
Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.
Kita tidak menemukan adanya anak kandung yang berhak untuk menjadi wali di dalam KHI yang berlaku di negeri ini secara resmi.
Oleh karena itu dengan sederhana bisa kita simpulkan bahwa di dalam mazhab Asy-Syafi'iyah, khususnya di Indonesia, memang seorang anak tidak bisa menjadi wali bagi ibunya sendiri.
B. Boleh
Namun apa yang berlaku di negeri kita dan juga dalam mazhab Asy-Syafi'iyah agak berbeda dengan di negeri lain, yang kebetulan bermazhab selain Asy-Syafi'iyah.
1. Mazhab Al-Hanafiyah
Bila kita melirik pendapat mazhab lain, misalnya mazhab Al-Hanafiyah, justru kita akan terheran-heran sendiri. Karena mazhab tersebut membolehkan seorang anak laki-laki menjadi wali bagi ibundanya sendiri.
فتقدم عصبة النسب وأولاهم الابن وابنه وإن سفل ... ثم الأب ثم الجد أبوه ثم الأخ الشقيق ثم لأب .....ثم ابن الأخ الشقيق ثم ابن الأخ لأب ثم العم الشقيق ثم لأب ثم ابن العم الشقيق ثم ابن العم لأب
Yang lebih didahulukan adalah ashabah nasab, dan yang pertama adalah anak laki-laki, anak dari anak laki-laki dan ke bawahnya. Kemudian ayah, kemudian ayahnya ayah (kakek). Kemdian saudara seayah-seibu (syaqiq), kemudian saudara seayah saja. Kemudian anak laki dari saudara seayah-seibu, kemudian anak laki dari saudara seayah saja. Kemudian paman yang seayah dan seibu (paman syaqiq), kemudian paman yang hanya seayah tidak seibu. Kemudian anak laki dari paman yang seayah dan seibu (paman syaqiq) dan anak laki dari paman yang hanya seayah tidak seibu. . . .
2. Mazhab Al-Malikiyah
Di dalam mazhab Al-Malikiyah, kita menemukan nash seperti berikut ini
المسألة الثالثة : في ترتيب الأولياء: أما الذي يجبر فالأب ثم وصيه، وأما الذي لا يجبر فالقرابة ثم المولى ثم السلطان , والمقدم من الأقارب الابن ثم ابنه وإن سفل ثم الأب ثم الأخ ثم ابنه ثم الجد ثم العم ثم ابنه
Masalah kedua dalam hal urutan para wali : Yang termasuk wali mujbir adalah ayah, kemudian orang yang diberi wasiat olehnya. Sedangkan yang bukan termasuk wali mujbir adalah qarabah, lalu maula kemudian sultan. Dan lebih didahulukan dari aqarib adalah anak laki-laki, kemudian anak laki dari anak laki dan ke bawahnya lagi. Kemudian ayah, saudara laki dan anak laki dari saudara laki, kemudian paman kemudian anak laki dari paman. . . .
3. Mazhab Al-Hanabilah
Kita merujuk ke salah satu kitab fiqih dalam mazhab Al-Hanabilah, Mukhtashar Al-Kharqi, disana disebutkan tentang anak yang bisa menjadi wali bagi ibunya sendiri.
وأحق الناس بنكاح المرأة الحرة أبوها ثم أبوه وإن علا ثم ابنها وابنه وإن سفل
Orang yangpaling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayah kandungnya, kemudian ayahnya lagi dan ke atasnya.Kemudian anak laki-lakinya, lalu anak laki dari anak lakinya dan ke bawahnya . . .
Kesimpulan sederhananya, seorang anak laki-laki tidak dapat menjadi wali bagi ibunya sendiri. Ini adalah hukum yang berlaku di Indonesia, yang secara umum didasari dari pandangan mazhab Asy-Syafi'iyah. Namun boleh jadi di negeri muslim lain, dimungkinkan hal itu, karena mungkin saja sistem hukum yang berlaku disana mengacu kepada mazhab selain Asy-Syafi'iyah, yang membolehkan anak menjadi wali bagi ibunya sendiri.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
http://www.rumahfiqih.com/
Brojol Gemblung
itu soal khilafiyyah, yg jelas kalau dari madzhab Syafi'i anak tidak boleh menjadi wali bagi ibunya
ﺍﻟﻤﻮﺳﻮﻋﺔ ﺍﻟﺸﺎﻣﻠﺔ - ﺍﻟﻘﻮﺍﻧﻴﻦ ﺍﻟﻔﻘﻬﻴﺔ ﻻﺑﻦ ﺟﺰﻯ 2/56 :
ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﺍﻟﺜﺎﻟﺜﺔ : ﻓﻲ ﺗﺮﺗﻴﺐ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺠﺒﺮ ﻓﺎﻷﺏ ﺛﻢ ﻭﺻﻴﻪ ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﺠﺒﺮ ﻓﺎﻟﻘﺮﺍﺑﺔ ﺛﻢ ﺍﻟﻤﻮﻟﻰ ﺛﻢ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ ﻭﺍﻟﻤﻘﺪﻡ ﻣﻦ ﺍﻷﻗﺎﺭﺏ ﺍﻻﺑﻦ ﺛﻢ ﺍﺑﻨﻪ ﻭﺇﻥ ﺳﻔﻞ ﺛﻢ ﺍﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﻷﺥ ﺛﻢ ﺍﺑﻨﻪ ﺛﻢ ﺍﻟﺠﺪ ﺛﻢ ﺍﻟﻌﻢ ﺛﻢ ﺍﺑﻨﻪ. ﻭﻗﻴﻞ ﺍﻷﺏ ﺃﻭﻟﻰ ﻣﻦ ﺍﻻﺑﻦ. ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻻ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﻼﺑﻦ. ﻭﻗﻴﻞ ﺍﻟﺠﺪ ﺃﻭﻟﻰ ﻣﻦ ﺍﻷﺥ ﻭﻓﺎﻗﺎ ﻟﻠﺸﺎﻓﻌﻲ.
Liknk Kitab: http://islamport.com/w/usl/Web/856/216.htm
ﻣﺨﺘﺼﺮ ﺍﻟﺨﺮﻗﻰ 1/99 :
ﻭﻻ ﻳﻨﻌﻘﺪ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺇﻻ ﺑﻮﻟﻲ ﻭﺷﺎﻫﺪﻳﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﺃﺣﻖ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﻨﻜﺎﺡ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﺃﺑﻮﻫﺎ ﺛﻢ ﺃﺑﻮﻩ ﻭﺇﻥ ﻋﻼ ﺛﻢ ﺍﺑﻨﻬﺎ ﻭﺍﺑﻨﻪ ﻭﺇﻥ ﺳﻔﻞ ﺛﻢ ﺃﺧﻮﻫﺎ ﻷﺑﻴﻬﺎ ﻭﺃﻣﻬﺎ ﻭﺍﻷﺥ ﻟﻸﺏ ﻣﺜﻠﻪ ﺛﻢ ﺃﻭﻻﺩﻫﻢ ﻭﺍﻥ ﺳﻔﻠﻮﺍ ﺛﻢ ﺍﻟﻌﻤﻮﻣﺔ ﺛﻢ ﺃﻭﻻﺩﻫﻢ ﻭﺇﻥ ﺳﻔﻠﻮﺍ ﺛﻢ ﻋﻤﻮﻣﺔ ﺍﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﻟﻤﻮﻟﻰ ﺍﻟﻤﻨﻌﻢ ﺛﻢ ﺍﻗﺮﺏ ﻋﺼﺒﺘﻪ ﺛﻢ ﺍﻟﺴﻠﻄﺎﻥ.
Link Kitab: http://shamela.ws/browse.php/book-2977/page-137
ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻘﺪﻳﺮ - ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ - ﺑﺎﺏ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ﻭﺍﻷﻛﻔﺎﺀ 3/277 :
ﻭﺍﻟﺘﺮﺗﻴﺐ ﻓﻲ ﻭﻻﻳﺔ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻛﺎﻟﺘﺮﺗﻴﺐ ﻓﻲ ﺍﻹﺭﺙ ﻭﺍﻷﺑﻌﺪ ﻣﺤﺠﻮﺏ ﺑﺎﻷﻗﺮﺏ ﻓﺘﻘﺪﻡ ﻋﺼﺒﺔ ﺍﻟﻨﺴﺐ . ﻭﺃﻭﻻﻩﻡ ﺍﻻﺑﻦ ﻭﺍﺑﻨﻪ ﻭﺇﻥ ﺳﻔﻞ ، ﻭﻻ ﻳﺘﺄﺗﻰ ﺇﻻ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﺘﻮﻫﺔ ﻭﻫﺬﺍ ﻗﻮﻟﻬﻤﺎ ﺧﻼﻓﺎ ﻟﻤﺤﻤﺪ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺮﻯ ﺃﻥ ﺍﻷﺏ ﻣﻘﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺑﻦ ﻭﺳﺘﺄﺗﻲ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ، ﻭﻫﻞ ﻳﺜﺒﺖ ﺍﻟﺨﻴﺎﺭ ﻟﻸﻡ ﺍﻟﻤﻌﺘﻮﻫﺔ ﺇﺫﺍ ﺃﻓﺎﻗﺖ ﻭﻗﺪ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﺍﻻﺑﻦ ؟ ﻓﻲ ﺍﻟﺨﻼﺻﺔ : ﻭﻟﻮ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﺍﻻﺑﻦ ﻓﻬﻮ ﻛﺎﻷﺏ ﺑﻞ ﺃﻭﻟﻰ ، ﺛﻢ ﺍﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﻟﺠﺪ ﺃﺑﻮﻩ ﺛﻢ ﺍﻷﺥ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ ﺙﻡ ﻷﺏ . ﻭﺫﻛﺮ ﺍﻟﻜﺮﺧﻲ ﺃﻥ ﺍﻷﺥ ﻭﺍﻟﺠﺪ ﻳﺸﺘﺮﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﻋﻨﺪﻫﻤﺎ ، ﻭﻋﻨﺪ ﺃﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻳﻘﺪﻡ ﺍﻟﺠﺪ ﻛﻤﺎ ﻫﻮ ﺍﻟﺨﻼﻑ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻴﺮﺍﺙ . ﻭﺍﻷﺻﺢ ﺃﻥ ﺍﻟﺠﺪ ﺃﻭﻟﻰ ﺑﺎﻟﺘﺰﻭﻳﺞ ﺍﺗﻔﺎﻗﺎ ، ﺛﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﻷﺥ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ ﺛﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﻷﺥ ﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﻟﻌﻢ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ ﺛﻢ ﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻌﻢ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ ﺛﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻌﻢ ﻷﺏ ﺛﻢ ﺃﻋﻤﺎﻡ ﺍﻷﺏ ، ﻛﺬﻟﻚ ﺍﻟﺸﻖﻳﻖ ﺛﻢ ﺃﺑﻨﺎﺅﻩ ﺛﻢ ﻷﺏ ﺛﻢ ﺃﺑﻨﺎﺅﻩ ﺛﻢ ﻋﻢ ﺍﻟﺠﺪ ﺍﻟﺸﻘﻴﻖ ﺛﻢ ﺃﺑﻨﺎﺅﻩ ﺛﻢ ﻋﻢ ﺍﻟﺠﺪ ﻷﺏ ﺛﻢ ﺃﺑﻨﺎﺅﻩ ﻭﺇﻥ ﺳﻒﻟﻮﺍ ، ﻛﻞ ﻫﺆﻻﺀ ﻳﺜﺒﺖ ﻟﻬﻢ ﻭﻻﻳﺔ ﺍﻹﺟﺒﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺒﻨﺖ ﻭﺍﻟﺬﻛﺮ ﻓﻲ ﺣﺎﻝ ﺻﻐﺮﻫﻤﺎ ﻭﺣﺎﻝ ﻛﺒﺮﻫﻤﺎ ﺇﺫﺍ ﺟﻨﺎ .
Link Kitab: http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?flag=1&bk_no=23&ID=1682
ﻛﻔﺎﻳﺔ ﺍﻷﺧﻴﺎﺭ ﻓﻲ ﺣﻞ ﻏﺎﻳﺔ ﺍﻻﺧﺘﺼﺎﺭ 2/51-52 :
ﻭﺃﻭﻟﻰ ﺍﻟﻮﻻﺓ ﺍﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﻟﺠﺪ ﺃﺑﻮ ﺍﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﻷﺥ ﻟﻸﺏ ﻭﺍﻷﻡ ﺛﻢ ﺍﻷﺥ ﻟﻸﺏ ﺛﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﻷﺥ ﻟﻸﺏ ﻭﺍﻷﻡ ﺛﻢ ﺍﺑﻦ ﺍﻷﺥ ﻟﻸﺏ ﺛﻢ ﺍﻟﻌﻢ ﺛﻢ ﺍﺑﻨﻪ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺘﺮﺗﻴﺐ.
ﺃﻭﻟﻰ ﺍﻟﻮﻻﺓ ﺍﻷﺏ ﻷﻥ ﻣﻦ ﻋﺪﺍﻩ ﻳﺪﻟﻲ ﺑﻪ ﺛﻢ ﺍﻟﺠﺪ : ﺃﻱ ﺃﺑﻮ ﺍﻷﺏ ﻭﺇﻥ ﻋﻼ ﻷﻥ ﻟﻪ ﻭﻻﻳﺔ ﻭﻋﺼﻮﺑﺔ ﻓﻘﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺎﺻﺐ ﻓﻘﻂ ﺛﻢ ﺍﻷﺥ ﻣﻦ ﺍﻷﺑﻮﻳﻦ ﺃﻭ ﻣﻦ ﺍﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﺑﻨﻪ ﻭﺇﻥ ﺳﻔﻞ ﻻﺩﻻﺋﻬﻢ ﺑﺎﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﻟﻌﻢ ﻷﺑﻮﻳﻦ ﺃﻭ ﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﺑﻨﻪ ﻭﺇﻥ ﺳﻔﻞ ﺛﻢ ﺳﺎﺋﺮ ﺍﻟﻌﺼﺒﺎﺕ ﻭﺍﻟﺘﺮﺗﻴﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺰﻭﻳﺞ ﻛﺎﻟﺘﺮﺗﻴﺐ ﻓﻲ ﺍﻹﺭﺙ ﺇﻻ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﺪ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻘﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺥ ﻫﻨﺎ ﺑﺨﻼﻑ ﺍﻹﺭﺙ ﻭﺇﻻ ﻓﻲ ﺍﻻﺑﻦ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﺰﻭﺝ ﺑﺎﻟﺒﻨﻮﺓ ﻭﺇﻥ ﻗﺪﻡ ﻓﻲ ﺍﻹﺭﺙ ﻭﻭﺟﻪ ﻋﺪﻡ ﻭﻻﻳﺘﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻣﺸﺎﺭﻛﺔ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻷﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺴﺐ ﻓﻼ ﻳﻌﺘﻨﻲ ﺑﺪﻓﻊ ﺍﻟﻌﺎﺭ ﻋﻨﻪ ﻓﻠﻮ ﺷﺎﺭﻙ ﺍﻷﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺴﺐ ﻛﺎﺑﻦ ﻫﻮ ﺍﺑﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﻬﺎ ﻓﻠﻪ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ ﺑﺬﻟﻚ ﻻ ﺑﺎﻟﺒﻨﻮﺓ ﻭﻛﺬﺍ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﺘﻘﺎ ﺃﻭ ﻗﺎﺿﻴﺎ ﺃﻭ ﻭﻟﺪﺕ ﻗﺮﺍﺑﺔ ﻣﻦ ﻭﻁﺀ ﺍﻟﺸﺒﻬﺔ ﺑﺄﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﺑﻨﻬﺎ ﺃﺧﺎﻫﺎ ﺃﻭ ﺍﺑﻦ ﺃﺧﻴﻬﺎ ﺃﻭ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﻬﺎ ﻭﻻ ﺗﻤﻨﻌﻪ ﺍﻟﺒﻨﻮﺓ ﺍﻟﺘﺰﻭﻳﺞ ﺑﺎﻟﺠﻬﺔ ﺍﻷﺧﺮﻯ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ
Link Kitab: http://www.taghrib.org/library/book2.php?bcc=79&bi=2424
Dalam madzhab Syafi'iyyah, anak tidak bisa jadi wali nikah atas ibunya secara mutlak.
ﺍﻟﻤﻮﺳﻮﻋﺔ ﺍﻟﺸﺎﻣﻠﺔ - ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ 4/33 :
ﺍﺗﻔﻖ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺣﻖ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻤﺠﺒﺮﻳﻦ ﺍﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﻟﺠﺪ . ﻭﺧﺎﻟﻒ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ : ﺇﻥ ﺃﺣﻘﻬﻢ ﺑﺎﻟﻮﻻﻳﺔ ﺍﻻﺑﻦ ﻭﻟﻮ ﻣﻦ ﺯﻧﺎ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺇﺫﺍ ﺗﺰﻭﺟﺖ ﺑﻌﻘﺪ ﺻﺤﻴﺢ ﺻﺎﺭﺕ ﺛﻴﺒﺎ ﺛﻢ ﺯﻧﺖ ﻭﺟﺎﺀﺕ ﺑﻮﻟﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻘﺪﻣﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺏ ﻭﺍﻟﺠﺪ . ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﺯﻧﻲ ﺑﻬﺎ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺗﺘﺰﻭﺝ ﺑﻌﻘﺪ ﺻﺤﻴﺢ ﻭﺟﺎﺀﺕ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻧﺎ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻘﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺏ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺤﺎﻟﺔ ﻷﻥ ﺍﻟﺰﻧﺎ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﻻ ﻳﺮﻓﻊ ﺍﻟﺒﻜﺎﺭﺓ ﻓﻴﻜﻮﻥ ﺍﻷﺏ ﻭﻟﻴﺎ ﻣﺠﺒﺮﺍ ﻭﺍﻟﻜﻼﻡ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻤﺠﺒﺮ. ﻭﻭﺍﻓﻘﻬﻢ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺃﺣﻖ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺍﻻﺑﻦ. ﻭﺧﺎﻟﻒ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻭﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ : ﺇﻥ ﺃﺣﻖ ﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ﺍﻷﺏ ﺛﻢ ﺍﻟﺠﺪ ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﺇﻥ ﺍﻻﺑﻦ ﻳﻠﻲ ﺍﻟﺠﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﻻﻳﺔ . ﻭﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﺇﻧﻪ ﻻ ﻭﻻﻳﺔ ﻟﻼﺑﻦ ﻋﻠﻰ ﺃﻣﻪ ﻣﻄﻠﻘﺎ.
Link Kitab: http://islamport.com/d/2/fqh/1/29/337.html
Berangkat dari madzhab Syafi'iy yg jelas anak tidak mempunyai hak wali atas ibunya, maka jelas wali hakim / muhakkam yg berhak atasnya. Namun berangkat dari selain madzhab Syafi'iy maka anaklah yg didahulukan karena dia wali yg terdekat baginya.
link dokumen :
http://www.facebook.com/groups/kasarung/doc/605986416092767/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar