PERTANYAAN
A Ramdhan Ab
Assalamu'alaikum..!
sebenarnya apa pengertian mesjid, dan apa
perbedaannya dgn mushala? Bisakah kita i'tikaf di mesjid2 kecil/mushala
yg biasanya ada disetiap RT..?
Monggo!
JAWABAN
Cikong Mesigit
dlm shorof masjid&musholla walau berbeda wazan namun sama2 isim
makan(menunjukkan tmpt)yg berarti tempat sujud(masjid)&tempat
sholat(musholla).
Di zaman rosulullah yg dinamakan musholla adalah tanah lapang yg di jadikan tempat sholat 'ied.
di riwayatkan bhw rosulullah stiap sholat ied dg jama'ah di
MUSHOLLA(yg dimaksud adlh tanah lapang itulah tmpt sholat ied) kecuali
hnya skali dimasjid sbb hujan.oleh karna itu jumhur ulama madzhab
menyunahkan sholat ied di tmpt yg luas bkn dimasjid.namun imam syafi'i
brpndpt bhwa ttp sunah di masjid.alasannya pd wkt itu masjid trlalu
kecil,tdk muat utk menampung jamaah hingga plaksanaan sholat ied sllu
di laksanakan di padang luas(trtulis dlm lfdnya riwayatnya adalah
MUSHOLLA).
Sdgkn masjid adalah sebuah bangunan yg di hususkan utk hal2 ibadah
sj,khususnya utk brjamaah&lbh husus lg utk jum'atan hingga trjadi
batasan2 hukum di dalamnya.
Jd sbnrnya musholla itu lbh luas(tanpa bangunan) dibandingkan
masjid.namun lumrahnya di negara kita justru musholla lbh kecil dr pd
masjid.walau apapun jg bangunan2 kcil di kmpung2 tiada slh jg di
artikan musholla krn makna harfiahnya musholla adlh tempat sholat,jd
masjidpun mengandung makna musholla jg.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ
يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إلَى الْمُصَلَّى وَأَوَّلُ شَيْءٍ
يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ
وَالنَّاسُ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيَأْمُرُهُمْ. (مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ) إلى أن قال: فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى شَرْعِيَّةِ الْخُرُوجِ إلَى
الْمُصَلَّى ، وَالْمُتَبَادَرُ مِنْهُ الْخُرُوجُ إلَى مَوْضِعٍ غَيْرِ
مَسْجِدِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَهُوَ كَذَلِكَ فَإِنَّ
مُصَلاَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَحَلٌّ مَعْرُوفٌ بَيْنَهُ
وَبَيْنَ بَابِ مَسْجِدِهِ أَلْفُ ذِرَاعٍ
.
Artinya :
“Bahwasanya Rasulullah SAW pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha
keluar ke mushalla (Al-Hadits). Hadits ini sebagai dalil
disyari’atkannya keluar menuju/ke mushalla. Dari hadits ini pula dengan
mudah difahami bahwa keluarnya Nabi itu ke sebuah tempat yang bukan
masjid dan memang benar demikian, karena sesungguhnya mushallanya Nabi
itu berupa suatu tempat yang telah diketahui oleh banyak orang yang
mana jarak antara mushalla dan pintu masjidnya Nabi ada seribu dzira’
(± 500 m.)
*Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم أَنْ نُخْرِجَ إلى المصلى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ في العيدين
وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ. (متفق عليه)
Artinya:
Dari Ummi 'Athiyah, dia berkata: kita diperintahkan oleh Nabi untuk
mengajak para gadis dan perempuan yang sedang haidl keluar/pergi ke
mushalla (tempat Shalat) pada hari raya, agar mereka menyaksikan hal-hal
yang baik dan do’a kaum muslimin. (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah memerintahkan kamu megeluarkan gadis yang menanjak
dewasa, wanita-wanita yang haid dan gadis-gadis yang dipinggit pada
Hari Raya Iedul Fitri dan Hari Raya Iedul Adha. Wanita yang sedang haid
dipisahkan dari shalat utnuk menyaksikan kebajikan dan seruan kaum
muslimin.
Namun demikian terdapat Hadits yang menerangkan bahwa bila hari hujan, Nabi shalat di masjid.
Hadits Nabi riwayat Abu Daud dan Abu Hurairah: "Sesungguhnya mereka
di timpa hujan pada Hari Raya Ied. maka Nabi shalat di masjid."
Hadits diatas ada yang menilai hasan, tetapi juga ada yang menilai
lemah. Sekalipun demikian para ulama dalam pembahasannya berbeda
pendapat, manakah yang lebih afdhal, shalat di lapangan atau di
masjid.As-Syafi'i menyatakan yang bahwa jika masjid itu cukup luas
shalat di masjid dan tak perlu keluar rumah menuju lapangan. Dalam hal
ini seolah-olah niat pergi ke lapangan ialah usaha menampung jamaah
sebanyak mungkin. Bila shalat di masjid itu lebih sudah dapat memenuhi
tujuan tersebut, maka shalat di masjid lebih afdal.
Sedang menurut Imam Hanafiyah dan Malik, bahwa shalat di lapangan
lebih afdhal meskipun ada di tempat itu masjid yang luas. Alasannya
ialah Nabi tidak pernah shalat Ied di masjid terkecuali ada halangan
hujan. Jadi shalat Ied di lapangan sesuai sunnah.
Kitab Al-Madzahibul Arba’ah juz I hal. 351 :
الشَّافِعِيَّةُ قَالُوْا : فِعْلُهَا فِي الْمَسْجِدِ أَفْضَل
لِشَرَفِهِ إِلاَّ لِعُذْرٍ كَضِيْقِهِ فَيُكْرَهُ فِيْهِ لِلزِّحَامِ
وَحِيْنَئِذٍ يُسَنُّ الْخُرُوْجُ لِلصَّحْرَاءِ.
Artinya :
“Golongan madzhab Syafi’i berpendapat : melaksanakan shalat id di
masjid itu lebih utama karena masjid itu tempat yang mulia, kecuali
karena udzur seperti sempitnya masjid, maka hukumnya makruh
melaksanakannya di masjid karena berdesakan. Jika demikian halnya, maka
disunnatkan keluar ke shahra’”.
perhatikan dlm hadits yg pertama pd lafadz ILAL_MUSHOLLAA.Jd scra
ishtilahi masjid&musholla itu berbeda. i'tikaf itu sunah dimasjid
bkn di musholla.
Toni Imam Tontowi
Definisi mushalla (musala) dalam bahasa Indonesia adalah : tempat
salat; langgar; surau; (2) tikar salat; sajadah. Silahkan rujuk KBBI.
Definisi musala sebagai langgar atau surau adalah definisi yang
sesuai dengan urf (kebiasaan) masyarakat indonesia, dimana arti langgar
(silahkan rujuk KBBI) adalah : masjid kecil tempat mengaji atau
bersalat, tetapi tidak digunakan untuk salat Jumat; surau; musala.
Demikian arti musala yang bisa digunakan untuk merujuk sebagai
masjid yang bukan jami', surau, ruang khusus tempat shalat di suatu
gedung , kantor atau bahkan pasar (mal) ataupun tempat shalat di rumah.
Kata mushalla salah satunya terdapat dalam al-Baqarah 125:
وإذ جعلنا البيت مثابة للناس وأمنا واتخذوا من مقام إبراهيم مصلى
Yang perlu dicermati dalam ayat ini adalah kata 'maqam' dan
'mushalla'. Banyak tafsiran mengenai kata ini dalam ayat tersebut, ada
yang mengartikan batu, dan ada yang mengartikan al-haram secara
keseluruhan. Sedangkan mushalla ada yang mengartikan sebagai tempat
yang secara khusus diperuntukkan untuk shalat.
Sedangkan arti dari masjid sebagaimana dikatakan oleh al-zujaj yang
dinukil dalam kamus lisan al-arab (lihat entry kata sa-ja-da) : setiap
tempat yang dipergunakan untuk ibadah adalah masjid, bukankan Rasul
bersabda , "telah dijadikan bagiku bumi sebagai masjid yang suci".
وقال الزجاج: كل موضع يتعبد فيه فهو مسجَِد، أَلا ترى أَن النبي، صلى الله عليه وسلم، قال: جعلت لي الأَرض مسجداً وطهوراً.
Dengan demikian, baik masjid dan mushalla mempunya arti dan fungsi
yang sama secara kebahasaan. Namun, penggunaan kata masjid dalam hukum
(fikih) mempunyai kekhususan yang tidak terdapat dalam mushalla sebagai
tempat shalat secara umum.
Apakah makna masjid itu meliputi essensinya sebagai tempat
melaksanakan jama'ah jum'at, tempat yang diperbolehkan i'tikaf di
dalamnya, tempat yang mana orang junub tidak diperbolehkan berdiam di
dalamnya ? Atau hanya sekadar konsekuensi dari nama (asma') yang
disandang, sedangkan essensi (musammiyat)nya tetaplah sebagai tempat
shalat ?
Jika mushalla dan masjid mempunyai essensi yang sama, maka bukan
soal merubah mushala menjadi masjid, bukankah "al-ibrah bi
al-musammiyat, la bi al-asma" - Ibrah yang dipegang adalah essensi ,
bukan nama. Konsekuensi dari suatu nama bukan termasuk kedalam essensi
dari nama itu. Seperti tidak boleh jualan roti ditempat potong rambut,
sebaliknya tidak boleh potong rambut di toko roti, meskipun essensi
keduanya adalah sama yaitu tempat usaha.
Kesimpulan saya, mengubah mushala menjadi masjid, dengan syarat
waqif mempersyaratkan satu kemashlahatan yang dipercayakan kepada
nadhir , dan nadhir melihat satu kemaslahatan yang benar-benar
mendesak, maka itu boleh. Sebaliknya, mengubah masjid menjadi mushala
tanpa adanya mashlahat yang jelas dan mendesak dengan pertimbangan yang
ketat itu tidak boleh.
WALLAHU a'lam.
>> Dewan Masjid Assalaam
Kembali saya ambilkan jawaban Imam Ghazali :
ونقل الزركشي : عن الغزالي انه سىٔل عن المصلى الذي بني لصلاة العيد
خارج البلد فقال : لا يثبت له حكم المسجد فى الاعتكاف ومكث الجنب وغيره من
الاحكام، لأن المسجد هو الذي أعد لرواتب الصلاة وعين لها حتى لا ينتفع
به فى غيرها، وموضع الصلاة العيد معد للاجتماعات ولنزول القوافل ولركوب
الدواب ولعب الصبيان، ولم تجر عادة السلف بمنع شيء من ذالك فيه، ولو
اعتقدوه مسجدا لصانوه عن هذه الاسباب ولقصد لاقامة ساىٔر الصلوات، وصلاة
العيد تطوع وهو لا يكثر تكرره بل يبنى لقصد الاجتماع، والصلاة تقع فيه
بالتبع
Dan Imam Zarkasyi menukilkan dari Imam Ghazali bahwasanya beliau
ditanya tentang musholla yang dibangun untuk shalat Ied di luar
perkampungan. Maka beliau menjawab tidak ditetapkan padanya hukum
masjid dalam hal i'tikaf dan berdiamnya orang junub dan hukum2 lainnya
KARENA MASJID ADALAH TEMPAT YANG DISIAPKAN UNTUK SHALAT SECARA RUTIN
DAN DITENTUKAN UNTUK SHALAT HINGGA TIDAK DIPAKAI UNTUK KEPENTINGAN
LAINNYA. SEDANG TEMPAT SHALAT IED DIPERUNTUKKAN UNTUK PERTEMUAN2 DAN
MENURUNKAN ORANG DARI PERJALANAN DAN TEMPAT NAIK KENDARAAN DAN TEMPAT
MAIN ANAK2.
dan tidak berlaku kebiasaan salaf melarang hal tersebut di musholla ied.
JIKALAU MEREKA MENGANGGAPNYA MASJID MAKA AKAN DIJAGA DARI SEBAB2 TERSEBUT DAN ADA NIAT UNTUK MELAKUKAN SEMUA SHALAT DISANA.
dan shalat ied adalah sunnah yang tidak banyak berulangnya dan
pembangunan musholla tersebut hanya untuk bisa mengumpulkan orang2
sedangkan shalat dilakukan disitu sekedar sebagai fungsi ikutan.
Dari jawaban Imam Ghazali bisa ditarik kesimpulan :
JIKA MUSHOLLA DIBANGUN UNTUK SHALAT SECARA RUTIN, PERUNTUKAN
UTAMANYA UNTUK SHALAT DAN TIDAK DIPAKAI UNTUK HAL LAIN YANG TAK
SEJALAN, DIJAGA DARI HAL-HAL YANG TIDAK SESUAI DENGAN FUNGSI MASJID.
MAKA....
PADA TEMPAT TERSEBUT BERLAKU HUKUM2 MASJID, alias bisa dipakai
tahiyyat masjid, dilarang orang junub berdiam, dsb. Artinya tempat
tersebut adalah masjid meski sebutannya musholla.
============================================================
KESIMPULAN :
Musyawirin PISS berbeda pendapat dalam hal ini.
Pendapat pertama
secara mutlak TIDAK BOLEH mengubah status waqaf musholla di ubah menjadi masjid.
Pendapat kedua
ditafshil dahulu definisi musholla dimaksud :
a. Jika musholla tersebut dalam makna tempat yang bisa digunakan
shalat tetapi tidak digunakan secara rutin dan dipakai untuk kegiatan
selain masjidiyyah, semisal musholla Ied (lapangan)/aula/gedung
serbaguna, maka TIDAK BOLEH mengubah status waqafnya menjadi masjid.
Alasannya sama dengan pendapat pertama.
b. Jika musholla tersebut dalam makna masjid kecil yang tak dipakai
jum'atan sebagaimana difahami sebagian besar masyarakat maka BOLEH
mengubah status waqafnya menjadi masjid karena tidak terdapat perubahan
selain sekedar sebutan.
Link Asal >>
http://www.piss-ktb.com/2012/07/1725-hukum-mengubah-status-waqaf.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bagus baget....
BalasHapusAnda juga bisa lihat di sini
Alquran terjemah dengan tajwid blok warna alquranku
Thx
Saya condong pendapat Dewan Masjid Assalaam.....cuma beda nama,maka sama hukumnya.
BalasHapusKalau beda fungsi meski satu arti maka beda hukumnya....
Kalau begitu, bolehkah wanita haid masuk musholla / langgar ???
BalasHapusYA NDAK TOH...
BalasHapus