oleh : Sanusi El Ruzy
Ada beberapa teman yg bertanya lewat inbox,
Bolehkah wanita haid bersisir padahal ia tahu bahwa rambutnya akan Rontok?
Dan rambut yang rontok itu apakah harus di kumpulkan dan di sucikan ketika mandi jenabat?
Dalam suatu hadits Sayyidah 'Aisyah ra pernah ditegur oleh Nabi SAW karena mandi besar tanpa membuka ikatan rambutnya.
Dalam kitab Musnad bin Hambal disebutkan,
عن عاءىشة قالت أجمرت رأسي إجمارا شديدا فقال النبي صلى الله عليه وسلم : يا عاءىشة أما علمت أن على كل شعرة جنبة,
Dari 'Aisyah ra, beliau bercerita, aku mengikat rambutku dgn ikatan kuat, maka Nabi SAW menegurku, wahai 'Aisyah, tidakkah engkau tahu bahwa setiap helai rambut ada jenabat?
Dalam referensi lain Nabi SAW mengajari Sayyidah 'Aisyah tentang bagaimana cara2 mandi.
عن عاءىشة أن النبي صلى الله عليه و سلم قال لها في الحيض : إنقضي شعرك و اغتسلي.
Dari 'Aisyah ra, bahwa Nabi SAW bersabda kepadanya dalam masalah (Mandi) Haid, "Lepaskan (ikatan) rambutmu dan mandilah!"
Hadits di atas sangat jelas dalam mengingatkan betapa pentingnya memperhatikan rambut saat mandi besar.
Bahkan dalam hadits lain terdapat peringatan keras dari Nabi SAW.
عن علي, عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : من ترك موضع شعرة من جسده من جنابة لم يغسلها فعل به كذا و كذا من النار.
قال : علي فمن ثم عاديت شعري.
قال : و كان يجز شعره.
Dari Imam Ali bin Abi Thalib, dari Nabi SAW beliau bersabda : "Barang siapa yg membiarkan sehelai rambut dari badannya dalam keadaan jenabat tidak dibasuhnya, akan di adzab sedemikian rupa dalam neraka."
Imam Ali berkata, "Oleh karena itu aku memusuhi rambutku."
Perawi bercerita, dan beliau (Imam Ali) pun selalu memangkas rambutnya.
Hadats memang perkara tidak kasat mata yang dapat mencegah sahnya shalat.
Pantaslah jika seorang wanita mukminah sangat berhati2 dalam masalah ini, terutama pada bagian rambut yg pada umumnya panjang dan lebat, sehingga sulit dari terbasuh air.
Bagaimana halnya dengan rambut yg rontok atau terpotong yg sudah terpisah dari badan kita saat masih junub? Wajibkan rambut2 itu di sucikan?
Sebelumnya mari kita tela'ah dahulu tentang perkara yang mewajibkan mandi. Perkara2 itu ialah hadats besar. Karena,
- Keluarnya Mani
- Persetubuhan
- Haid
- Nifas
- Melahirkan
(dalam Qoul lain ditambah 1 lagi yaitu Mati)
Sedangkan perkara yg mewajibkan mandi adalah keinginan melakukan shalat. Artinya, orang yang hendak mengerjakan shalat haruslah memenuhi semua syarat sahnya shalat, yang di antaranya adalah suci dari 2 hadats.
Sebagai contoh, orang yg junub di malam hari tidak wajib baginya mandi di malam/seketika itu. Ia wajib mandi ketika ia hendak melakukan shalat, entah shalat tahajud atau salat shubuh.
Dalam permasalahan rambut rontok, ketika seseorang shalat, apa rambut rontok ikut shalat?
Jelas tidak bukan?
Rambut yg rontok sudah tidak lagi mengikuti kegiatan kita baik dalam ibadah dan maksiat.
Oleh karena itu, jika rambut tersebut tidak kita basuh ketika mandi apakah shalat kita tidak sah?
Shalat kita tetap sah karena rambut tersebut sudah tidak mengikuti kita lagi.
Rambut itu kita basuh atau tidak kita basuh tidak mempengaruhi pada sahnya shalat kita.
Karena membasuh rambut rontok itu tidak berpengaruh, berarti sama dgn membuang2 air dan hukumnya bisa makruh atau bahkan Haram.
Makruh jika memakai air kita sendiri dan Haram jika memakai air Masjid atat memakai air orang lain yg tidak kita ketahui keridloannya.
Rambut rontok sudah selesai, tp pasti mungkin muncul pertanyaan,
Bagaimana hukum menyisir rambut yg kemungkinan akan merontokkan rambut?
Perempuan haid boleh menyisir rambut mdski dapat merontokkan rambutnya, sebab tak ada nash yg melarangnya.
Bila dikatakan, sisiran dapat merontokkan rambutnya, tapi apakah dia memang sengaja ingin merontokkan rambutnya? Ataukan ia hanya ingin merapikan rambutnya meski akibatnya mengakibatkan kerontokan rambut.
Dalam suatu kesempatan Sayyidah 'Aisyah berhaji tamattu' (mendahulukan umrah dari haji) bersama Nabi SAW. Tetapi sebelum beliau bertawaf untuk menyempurnakan umrah, tiba2 beliau haid, maka Nabi pun bersabda :
دعي عمرتك و انقضي رأساك و امتشطي و أهلى بالحج
Tinggalkan Umrahmu, lepaskan rambutmu dan bersisirlah, masuklah dalam haji.
Dalam sela2 perintah itu Nabi menyebut kata2 "bersisirlah". Hal ini menunjukkan kebolehan bersisir meski pun menyebutkan kerontokan.
Jika bersisir yg menyebabkan kerontokan di perbolehkan oleh syari'at,lalu bagaimana hukum memotong rambut dgn sengaja?
Disinilah terjadi pembahasan para ulama'
Imam Ghozali dalam Kitabnya Ihya' Ulumuddin melarang memotong rambut dan kuku ketika Haid.
و لا ينبغي أن يحلق أو يقلم أو يستحد أو يخزج الدم أو يبين من نفسه جزأ وهو جنب إذ ترد إليه ساءىر أجزاءىه في الآخرة فيعود جنبا و يقال إن كل شعرة تطالبه بجنابتها.
Hendaknya tidak mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan bulu, mengeluarkan darah, dan memotong anggota badan saat junub. Sebab, di hari kiamat, seluruh anggota tubuh manusia akan dikembalikan padanya. Maka akan kembali padanya dalam keadaan junub.
Hal ini menunjukkan bahwa hal2 itu tidak patut/Makruh.
Pendapat inilah yg banyak di nukil oleh para Ulama (Syafi'iyyah). Namun karena Imam Ghozali menyebutkan alasan kemakruhan hal itu ialah "karena anggota tubuh akan di kembalikan dihari kiamat dan akan menuntut karena terlepas saat junub", maka Ulama' pun membahas pernyataan ini.
Dalam Hasyiah Qulyubi di sebutkan
وفي عود نحو الدم نظر. وكذا في غيره لأن العاءىد هو الأجزاء التي مات عليها إلا نقص نحو عضو فراجعه.
Dan dalam kembalinya sesuatu seperti darah ada pendapat, begitu pula selain darah. Karena yg kembali di hari kiamat adalah anggota tubuh yg ada ketika mati kecuali jika ada anggota yang terpotong.
Kitab Hasyiah Bujairomi Alal Khotib pun menuturkan
قوله : (إذ يرد إليه ساءىر أجزاءىه) فيه نظر. لأن الذي يرد إليه ما مات عليه لا جميع أظفاره التي قلمها في عمره و لا شعره كذلك فراجعه.
Perkataan al-Ghozali "Sebab, dikembalikan padanya seluruh bagian tubuhnya" ada suatu pembahasan. Karena yg dikembalikan padanya ialah bagian tubuh saat mati, bukan seluruh kuku yg ia potong selama seumur hidupnya, juga bukan rambutnya.
أي لأنها لو ردت إليه جميعها لتشوهت خلقته من طولها.
Artinya, karena jika di kembalikan semua kuku dan rambutnya maka akan jelek rupa orang itu dari panjangnya (kuku & rambut yg di kembalikan)
Dalam hal ini sang Pakar hadits mengatakan :
و قال الحافظ ابن حجر : إن كل واحد منهم يكون على ما مات عليه ثم عند دخول الجنة يصيرون طوالا.
al-Hafidz ibnu Hajar al-'Asqolani berkata: Sesungguhnya setiap manusia di bangkitkan sama seperti ketika ia mati. Kemudian ketika ia memasuki surga ia berubah menjadi tinggi.
Pendapat para Ulama' ini sejalan dgn Hadits,
يموت المرء على ما عاش عليه و يبعث على ما مات عليه.
Seseorang mati atas perilaku saat hidupnya, dan di bangkitkan persis seperti saat dia mati.
Kesimpulannya : Memotong kuku dan rambut ketika junub atau haid dan nifas hukumnya Makruh menurut pendapat Imam Ghozali, dan tidak menjadi Haram karena dalam alasan yg dituturkan al-Ghozali masih ada pembahasan (spti di kitab Hasyiah Qulyubi, Bujairomi alal Khotib, dan pendapat Ibnu Hajar). Kecuali kalau benar2 harus dipotong spti terlalu panjang atau mengganggu, maka tidak makruh lagi tapi boleh.
Rambut atau kuku yg terlepas tidak wajib dibasuh disaat mandi karena hanya membuang-buang air secara percuma.
Di sini kita melihat keindahan Islam yg justru terletak pada perbedaannya. Berbeda bukan untuk bertengkar atau berpisah, tapi untuk bersatu..
Sesuai dgn Sabda Nabi,
إختلاف أمتي رحمة.
Perbedaan pendaqat umatku merupakan rahmat.
Wallahu A'lam.
Ada beberapa teman yg bertanya lewat inbox,
Bolehkah wanita haid bersisir padahal ia tahu bahwa rambutnya akan Rontok?
Dan rambut yang rontok itu apakah harus di kumpulkan dan di sucikan ketika mandi jenabat?
Dalam suatu hadits Sayyidah 'Aisyah ra pernah ditegur oleh Nabi SAW karena mandi besar tanpa membuka ikatan rambutnya.
Dalam kitab Musnad bin Hambal disebutkan,
عن عاءىشة قالت أجمرت رأسي إجمارا شديدا فقال النبي صلى الله عليه وسلم : يا عاءىشة أما علمت أن على كل شعرة جنبة,
Dari 'Aisyah ra, beliau bercerita, aku mengikat rambutku dgn ikatan kuat, maka Nabi SAW menegurku, wahai 'Aisyah, tidakkah engkau tahu bahwa setiap helai rambut ada jenabat?
Dalam referensi lain Nabi SAW mengajari Sayyidah 'Aisyah tentang bagaimana cara2 mandi.
عن عاءىشة أن النبي صلى الله عليه و سلم قال لها في الحيض : إنقضي شعرك و اغتسلي.
Dari 'Aisyah ra, bahwa Nabi SAW bersabda kepadanya dalam masalah (Mandi) Haid, "Lepaskan (ikatan) rambutmu dan mandilah!"
Hadits di atas sangat jelas dalam mengingatkan betapa pentingnya memperhatikan rambut saat mandi besar.
Bahkan dalam hadits lain terdapat peringatan keras dari Nabi SAW.
عن علي, عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : من ترك موضع شعرة من جسده من جنابة لم يغسلها فعل به كذا و كذا من النار.
قال : علي فمن ثم عاديت شعري.
قال : و كان يجز شعره.
Dari Imam Ali bin Abi Thalib, dari Nabi SAW beliau bersabda : "Barang siapa yg membiarkan sehelai rambut dari badannya dalam keadaan jenabat tidak dibasuhnya, akan di adzab sedemikian rupa dalam neraka."
Imam Ali berkata, "Oleh karena itu aku memusuhi rambutku."
Perawi bercerita, dan beliau (Imam Ali) pun selalu memangkas rambutnya.
Hadats memang perkara tidak kasat mata yang dapat mencegah sahnya shalat.
Pantaslah jika seorang wanita mukminah sangat berhati2 dalam masalah ini, terutama pada bagian rambut yg pada umumnya panjang dan lebat, sehingga sulit dari terbasuh air.
Bagaimana halnya dengan rambut yg rontok atau terpotong yg sudah terpisah dari badan kita saat masih junub? Wajibkan rambut2 itu di sucikan?
Sebelumnya mari kita tela'ah dahulu tentang perkara yang mewajibkan mandi. Perkara2 itu ialah hadats besar. Karena,
- Keluarnya Mani
- Persetubuhan
- Haid
- Nifas
- Melahirkan
(dalam Qoul lain ditambah 1 lagi yaitu Mati)
Sedangkan perkara yg mewajibkan mandi adalah keinginan melakukan shalat. Artinya, orang yang hendak mengerjakan shalat haruslah memenuhi semua syarat sahnya shalat, yang di antaranya adalah suci dari 2 hadats.
Sebagai contoh, orang yg junub di malam hari tidak wajib baginya mandi di malam/seketika itu. Ia wajib mandi ketika ia hendak melakukan shalat, entah shalat tahajud atau salat shubuh.
Dalam permasalahan rambut rontok, ketika seseorang shalat, apa rambut rontok ikut shalat?
Jelas tidak bukan?
Rambut yg rontok sudah tidak lagi mengikuti kegiatan kita baik dalam ibadah dan maksiat.
Oleh karena itu, jika rambut tersebut tidak kita basuh ketika mandi apakah shalat kita tidak sah?
Shalat kita tetap sah karena rambut tersebut sudah tidak mengikuti kita lagi.
Rambut itu kita basuh atau tidak kita basuh tidak mempengaruhi pada sahnya shalat kita.
Karena membasuh rambut rontok itu tidak berpengaruh, berarti sama dgn membuang2 air dan hukumnya bisa makruh atau bahkan Haram.
Makruh jika memakai air kita sendiri dan Haram jika memakai air Masjid atat memakai air orang lain yg tidak kita ketahui keridloannya.
Rambut rontok sudah selesai, tp pasti mungkin muncul pertanyaan,
Bagaimana hukum menyisir rambut yg kemungkinan akan merontokkan rambut?
Perempuan haid boleh menyisir rambut mdski dapat merontokkan rambutnya, sebab tak ada nash yg melarangnya.
Bila dikatakan, sisiran dapat merontokkan rambutnya, tapi apakah dia memang sengaja ingin merontokkan rambutnya? Ataukan ia hanya ingin merapikan rambutnya meski akibatnya mengakibatkan kerontokan rambut.
Dalam suatu kesempatan Sayyidah 'Aisyah berhaji tamattu' (mendahulukan umrah dari haji) bersama Nabi SAW. Tetapi sebelum beliau bertawaf untuk menyempurnakan umrah, tiba2 beliau haid, maka Nabi pun bersabda :
دعي عمرتك و انقضي رأساك و امتشطي و أهلى بالحج
Tinggalkan Umrahmu, lepaskan rambutmu dan bersisirlah, masuklah dalam haji.
Dalam sela2 perintah itu Nabi menyebut kata2 "bersisirlah". Hal ini menunjukkan kebolehan bersisir meski pun menyebutkan kerontokan.
Jika bersisir yg menyebabkan kerontokan di perbolehkan oleh syari'at,lalu bagaimana hukum memotong rambut dgn sengaja?
Disinilah terjadi pembahasan para ulama'
Imam Ghozali dalam Kitabnya Ihya' Ulumuddin melarang memotong rambut dan kuku ketika Haid.
و لا ينبغي أن يحلق أو يقلم أو يستحد أو يخزج الدم أو يبين من نفسه جزأ وهو جنب إذ ترد إليه ساءىر أجزاءىه في الآخرة فيعود جنبا و يقال إن كل شعرة تطالبه بجنابتها.
Hendaknya tidak mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan bulu, mengeluarkan darah, dan memotong anggota badan saat junub. Sebab, di hari kiamat, seluruh anggota tubuh manusia akan dikembalikan padanya. Maka akan kembali padanya dalam keadaan junub.
Hal ini menunjukkan bahwa hal2 itu tidak patut/Makruh.
Pendapat inilah yg banyak di nukil oleh para Ulama (Syafi'iyyah). Namun karena Imam Ghozali menyebutkan alasan kemakruhan hal itu ialah "karena anggota tubuh akan di kembalikan dihari kiamat dan akan menuntut karena terlepas saat junub", maka Ulama' pun membahas pernyataan ini.
Dalam Hasyiah Qulyubi di sebutkan
وفي عود نحو الدم نظر. وكذا في غيره لأن العاءىد هو الأجزاء التي مات عليها إلا نقص نحو عضو فراجعه.
Dan dalam kembalinya sesuatu seperti darah ada pendapat, begitu pula selain darah. Karena yg kembali di hari kiamat adalah anggota tubuh yg ada ketika mati kecuali jika ada anggota yang terpotong.
Kitab Hasyiah Bujairomi Alal Khotib pun menuturkan
قوله : (إذ يرد إليه ساءىر أجزاءىه) فيه نظر. لأن الذي يرد إليه ما مات عليه لا جميع أظفاره التي قلمها في عمره و لا شعره كذلك فراجعه.
Perkataan al-Ghozali "Sebab, dikembalikan padanya seluruh bagian tubuhnya" ada suatu pembahasan. Karena yg dikembalikan padanya ialah bagian tubuh saat mati, bukan seluruh kuku yg ia potong selama seumur hidupnya, juga bukan rambutnya.
أي لأنها لو ردت إليه جميعها لتشوهت خلقته من طولها.
Artinya, karena jika di kembalikan semua kuku dan rambutnya maka akan jelek rupa orang itu dari panjangnya (kuku & rambut yg di kembalikan)
Dalam hal ini sang Pakar hadits mengatakan :
و قال الحافظ ابن حجر : إن كل واحد منهم يكون على ما مات عليه ثم عند دخول الجنة يصيرون طوالا.
al-Hafidz ibnu Hajar al-'Asqolani berkata: Sesungguhnya setiap manusia di bangkitkan sama seperti ketika ia mati. Kemudian ketika ia memasuki surga ia berubah menjadi tinggi.
Pendapat para Ulama' ini sejalan dgn Hadits,
يموت المرء على ما عاش عليه و يبعث على ما مات عليه.
Seseorang mati atas perilaku saat hidupnya, dan di bangkitkan persis seperti saat dia mati.
Kesimpulannya : Memotong kuku dan rambut ketika junub atau haid dan nifas hukumnya Makruh menurut pendapat Imam Ghozali, dan tidak menjadi Haram karena dalam alasan yg dituturkan al-Ghozali masih ada pembahasan (spti di kitab Hasyiah Qulyubi, Bujairomi alal Khotib, dan pendapat Ibnu Hajar). Kecuali kalau benar2 harus dipotong spti terlalu panjang atau mengganggu, maka tidak makruh lagi tapi boleh.
Rambut atau kuku yg terlepas tidak wajib dibasuh disaat mandi karena hanya membuang-buang air secara percuma.
Di sini kita melihat keindahan Islam yg justru terletak pada perbedaannya. Berbeda bukan untuk bertengkar atau berpisah, tapi untuk bersatu..
Sesuai dgn Sabda Nabi,
إختلاف أمتي رحمة.
Perbedaan pendaqat umatku merupakan rahmat.
Wallahu A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar