الْمَوْصُوْلُ
MAUSHUL
مَوْصُولُ الاسْمَاءِ الَّذِي الأُنْثَى الَّتِي ¤ وَالْيَـــــا إذَا مَا ثُنِّيَــــا لاَ تُثْــــــبِتِ
Adapun Isim Mausul
yaitu الَّذِي (jenis laki) dan untuk jenis perempuan yaitu الَّتِي.
Jika keduanya di tatsniyahkan (dual), maka huruf Ya’nya jangan
ditetapkan/dibuang…
بَلْ مَــا تَلِيْـهِ أَوْلِهِ الْعَلاَمَـــهْ ¤ وَالنُّوْنُ إنْ تُشْدَدْ فَلاَ مَلاَمَهْ
Akan tetapi, terhadap huruf yang tadinya
diiringi oleh Ya’ yang dibuang tsb, sekarang iringilah! dengan
(memasang) tanda Alamah I’rob (menjadi: الذان dan التان ketika mahal Rofa’. dan menjadi: الذَيْن dan التَين ketika mahal Nashab dan Jarr). adapun Nunnya jika ditasydidkan, maka tidak ada celaan untuk itu.
وَالْنّوْنُ مِنْ ذَيْنِ وَتَيْنِ شُدِّدَا ¤ أَيْضَاً وَتَعْوِيضٌ بِذَاكَ قُصِدَا
Demikian juga boleh ditasydidkan, yaitu
Nunnya dari (isim isyarah dual) ذَيْنِ dan تَيْنِ. Pentasydidan
tersebut, dimaksudkan sebagai Penggantian (dari huruf yg dibuang yaitu
Ya’nya Isim Maushul dan Isim Isyaroh ketika dibentuk tatsniyah (dual))
BENTUK ISIM MAUSHUL JAMA’ (JAMAK)جَمْعُ الَّذِي الألَى الَّذِيْنَ مُطْلَقَا ¤ وَبَعْضُهُمْ بِالْوَاوِ رَفْعَاً نَطَقَا
Jamaknya lafadz الَّذِي (Isim Maushul tunggal male) adalah الألَى atau الَّذِيْنَ
secara muthlaq (baik untuk mahal Rofa’, Nashab dan Jarr). Ada sebagian
dialek orang Arab berbicara dengan menggunakan Wau ketika mahal Rofa’
(menjadi: اَلَّذُوْنَ )
بِاللاَّتِ وَاللاَّءِ الَّتِي قَدْ جُمِعَا ¤ وَالَلاَّءِ كَالَّذِيْنَ نَزْرَاً وَقَعَا
Lafadz الَّتِي (Isim
Maushul tunggal female) sungguh dijamakkan dengan menjadi اللاَّتِ atau
اللاَّءِ . Ditemukan juga اللاَّءِ dihukumi seperti الَّذِيْنَ (isim
maushul jamak untuk male) tapi jarang.
BENTUK ISIM MAUSHUL MUTHLAQ (UMUM)وَمَنْ وَمَا وَأَلْ تُسَاوِي مَا ذُكِرْ ¤ وَهكَذَا ذُو عِنْدَ طَيِّىء شُهِرْ
Adapun Isim Maushul مَنْ, مَا, dan أَلْ
adalah menyamakan hukumnya dengan Isim Maushul yg telah disebut
sebelunnya. (artinya: bisa digunakan untuk Male, Female, tunggal, dual,
atau Jamak). Seperti itu juga hukumnya, yaitu Isim maushul berupa ذُو
terkenal penggunaannya dikalangan dialek kaum Thayyi’.
BENTUK ISIM MAUSHUL QAUM THAYYI’وَكَالَّتِي أيضـــا لَدَيْـهِمْ ذَاتُ ¤ وَمَوْضِعَ اللَّاتِي أَتَى ذَوَاتُ
Demikian juga ditemukan di kalangan kaum
Thayyi’, penggunaan ذَاتُ seperti kedudukan الَّتِيْ (Isim mausul jenis
female tunggal), juga penggunaan ذَوَاتُ menempati kedudukan اللآتِيْ
(Isim mausul untuk jenis female jamak).
BENTUK ISIM MAUSHUL THE (ذَا)وَمِثْلُ مَا ذَا بَعْدَ مَا اسْتِفْهَـامِ ¤ أَوْمَنْ إذَا لَمْ تُلْغَ فِي الْكَلاَمِ
Isim Maushul ذَا statusnya sama dengan
isim Maushul مَا (dipakai untuk tunggal, dual, jamak, male dan female),
dengan ketentuan ذَا jatuh sesudah ما Istifham atau من Istifham,
syaratnya ذَا tidak dibatalkan didalam Kalam (maksudnya: ذَا dan ما/من
tsb, tidak dijadikan satu kata Istifham (kata tanya)).
BENTUK SHILAH ISIM MAUSHUL وَكُلُّهَــا يَلْـزَمُ بَعَــدَهُ صِلَـهْ ¤ عَلَى ضَمِيْرٍ لاَئِقٍ مُشْتَمِلَهْ
Setiap Isim-Isim Maushul ditetapkan ada
Shilah (jumlah/kalimat keterangan) setelahnya, yang mencakupi atas
Dhomir yang sesuai (ada Dhamir/’Aid yg kembali kepada Isim Maushul).
وَجُمْلَةٌ أوْ شِبْهُهَا الَّذِي وُصِلْ ¤ بِهِ كَمَنْ عِنْدِي الَّذِي ابْنُهُ كُفِلْ
Shilah yang tersambung oleh Isim Maushul, biasanya terdiri dari Jumlah atau Shibhul Jumlah (serupa jumlah). seperti contoh: مَنْ عِنْدِي الَّذِي ابْنُهُ كُفِلْ
وَصــفَةٌ صَرِيْحَةٌ صِــلَةُ أَلْ ¤ وَكَوْنُهَا بِمُعْرَبِ الأَفْعَالِ قَلْ
<
Bentuk Sifat Sharihah (Isim Fai’l/Isim Maf’ul/Sifat Musyabbah) merupakan Shilah untuk Isim Mausul ال “AL”, sedangkan Shilah-nya yang berupa Fi’il Mu’rob (Fi’il Mudhori’) jarang adanya.
ISIM MAUSHUL AYYUN (أَيٌّ) DAN BENTUK SHILAHNYA
أَيُّ كَمَا وَأُعْرِبَتْ مَا لَمْ تُضَفْ ¤ وَصَدْرُ وَصْلِهَا ضَمِيْرٌ انْحَذَفْ
Isim Mausul أيّ “Ayyun”
dihukumi seperti Isim Maushul “Ma” (bisa untuk Mudzakkar, Muannats,
Mufrod, Mutsanna juga Jama’) selagi tidak Mudhaf dan Shadar Silah-nya
(‘A-id yg menjadi permulaan Shilah) adalah berupa Dhamir yang terbuang.
وَبَعْضُهُمْ أَعْرَبَ مُطْلَقَاً وَفِي ¤ ذَا الْحَذْفِ أَيًّا غَيْرُ أَيٍّ يَقْتَفِي
Sebagian Ulama Nahwu menghukumi Mu’rab Isim Mausul أيّ “Ayyun” secara Muthlaq (sekalipun أيّ Mudhaf dan Shodar Shilahnya dibuang). Sedangkan didalam hal pembuangan Shadar Shilah ini, Isim Maushul yg selain أيّ juga mengikuti jejak أيّ … dengan syarat….→
PEMBUANGAN SHADAR SHILAH (‘A-ID MARFU’) إِنْ يُسْتَطَلْ وَصْلٌ وَإِنْ لَمْ يُسْتَطَلْ ¤ فَالْحَذْفُ نَــــزْرٌ وَأَبَــوْا أَنْ يُخْتَزَلْ
…apabila Shilahnya dipanjangkan. Dan
apabila tidak dipanjangkan, maka pembuangan Shadar Shilah jarang
ditemukan. Juga Mereka (Ulama Nahwu) melarang terhadap pengurangan
Shilah (dari sebab pembuangan Shadarnya)…→
إنْ صَلُحَ الْبَاقِي لِوَصْلٍ مُكْمِلِ ¤ وَالْحَذْفُ عِنْدَهُمْ كَثِيْـرٌ مُنْجَلِي
…apabila sisa Shilah itu (setelah
pembuangan Shodarnya) masih cocok menjadi Shilah yang sempuna (berakibat
menjadi Shilah dg lain pengertian dari asal sebelum dibuang). Adapun
pembuangan ‘A-id Shilah oleh mereka (Ulama Nahwu/orang Arab), banyak
digunakan dan jelas … →
PEMBUANGAN ‘A-ID MANSHUBفِي عَــــائِدٍ مُتَّصِــلٍ إِنِ انْــتَصَبْ ¤ بِفِعْلٍ أوْ وَصْفٍ كَمَنْ نَرْجُو يَهَبْ
…didalam ‘A-id yang Muttashil (Aid Shilah
Maushul yang berupa Dhomir Muttashi Manshub) bilamana dinashabkan oleh
Fi’il atau Sifat. Seperti contoh مَنْ نَرْجُو يَهَبْ. (takdirannya: مَنْ
نَرْجُوهُ يَهَبْ)
PEMBUANGAN ‘A-ID MAJRURكَذَاكَ حَذْفُ مَا بِوَصْفٍ خُفِضَا ¤ كَأَنْتَ قَاضٍ بَعْدَ أَمْـرٍ مِنْ قَضَى
Seperti itu juga (banyak digunakan dan
jelas) yaitu pembuangan ‘Aid yang dikhofadkan/dijarkan oleh kata sifat.
Seperti lafadz أَنْتَ قَاضٍ (takdirannya: أَنْتَ قَاضِيْه ) setelah
Fi’il Amarnya lafadz قَضَى (dari Firman Allah QS 20:72. فَاقْضِ مَا
أَنْتَ قَاضٍ )
كَذَا الَّذِي جُرَّ بِمَا الْمَوْصُوْلَ جَرْ ¤ كَمُـــرَّ بِــالَّذِي مَرَرْتُ فَهْــوَ بــَــرْ
Demikian juga (sering membuang Aid pada
Shilah Maushul) yaitu Aid yang dijarkan oleh Huruf yg menjarkan Isim
Maushulnya (dg Amil yg seragam). Sebagaimana contoh: مُـــرَّ
بِــالَّذِي مَرَرْتُ فَهْــوَ بــَــرْ (takdirannya: مُـــرَّ
بِــالَّذِي مَرَرْتُ بِهِ) ♥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar