Akibat perkataan bid’ah yang menyesatkan
Luar biasa yang diakibatkan perkataan bid’ah yang menyesatkan yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” , “Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya”
Perkataan tersebut adalah perkara baru (bid’ah) karena bukan firman Allah Azza wa Jalla dan bukan pula perkataan Rasulullah, bukan perkataan para Sahabat atau Salaf yang Sholeh lainnya
Dari susunan kata “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” tak ada satupun yang dapat diartikan sebagai “para Sahabat”
Ada perkataan yang mirip dengan itu adalah pada firman Allah ta’ala, waqaala alladziina kafaruu lilladziina aamanuu law kaana khayran maa sabaquunaa ilayhi wa-idz lam yahtaduu bihi fasayaquuluuna haadzaa ifkun qadiimun
Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: “Kalau sekiranya di (Al-Qur’an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: “Ini adalah dusta yang lama”. (QS al Ahqaaf [46]:11 ).
Maksud ayat ini ialah bahwa orang-orang kafir itu mengejek orang-orang Islam dengan mengatakan: Kalau sekiranya Al-Qur’an ini benar tentu kami lebih dahulu beriman kepadanya daripada mereka orang-orang miskin dan lemah itu seperti Bilal, ‘Ammar, Suhaib, Habbab radhiyallahu anhum dan sebagainya. Jelas perkataan tersebut adalah perkataan orang-orang kafir.
Tinjauan kritis terhadap perkataan bid’ah yang menyesatkan tersebut telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/01/16/bukan-perkataan-salaf/
Akibat dari perkataan bid’ah yang menyesatkan tersebut segelintir kaum muslim secara tidak disadari tidak dapat dengan baik menggunakan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai petunjuk dalam menjalankan kehidupan di dunia agar selamat di dunia dan di akhirat.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
"Dengan kitab (Al-Qur’an) itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus". (QS Al Maa’idah [5] :16)
"Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa", (QS. Al Baqarah [2]: 2)
Mereka ragu mana yang merupakan amal kebaikan mana yang amal keburukan. Bahkan ada yang ikut-ikutan bahwa “baik itu relatif tergantung sudut pandang manusia atau kesepakatan antar manusia”
Berikut pertanyaan dan pemahaman yang mereka sampaikan,
"Maulid Nabi adalah amal kebaikan", baik di sini menurut apa?
Apakah menurut Al Qur’an dan As Sunnah atau menurut hawa nafsu ?
Yang bisa dijadikan tolok ukur perbuatan itu baik atau tidak adalah Al Qur’an dan As Sunnah.
Antum sendiri mengkritisi mereka yang menggunakan akal pikiran dalam 'membid'ahkan' sesuatu. Tapi akal pikiran pula yang antum gunakan untuk menilai "Maulid Nabi adalah amal kebaikan"
Berikut penjelasan dari kami,
Setiap kita akan bersikap atau melakukan perbuatan diluar apa yang telah diwajibkan oleh Allah Azza wa Jalla yakni wajib dikerjakan dan wajib dijauhi , apa yang menjadi landasan bagi kita bahwa sikap atau perbuatan itu adalah baik atau buruk ?
Sikap atau perbuatan yang baik adalah jika sikap atau perbuatan tersebut sesuai atau tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Sikap atau perbuatan yang buruk adalah jika sikap atau perbuatan tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Jadi segala sikap dan perbuatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah perkara baik atau amal kebaikan (hasanah / mahmudah / amalan sunnah)
Sebaliknya , segala sikap dan perbuatan yang bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah perkara buruk (sayyiah)
Tidak semua amal kebaikan disampaikan atau dicontohkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Pada hakikatnya seluruh sikap dan perbuatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah adalah amal kebaikan.
Seluruh manusia yang ingin selamat dunia dan akhirat wajib melakukan sikap dan perbuatan yang sesuai atau tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Contohnya,
Seseorang menggunakan facebook sebagai sarana belajar agama atau untuk berdakwah. Apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah ? Tentu perbuatan tersebut tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah sehingga termasuk amal kebaikan
Seseorang menggunakan facebook untuk bergossip, fitnah, menghujat. Apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah ? Tentu perbuatan tersebut bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah sehingga termasuk amal keburukan.
Hal pokok yang disampaikan dalam Al Qur’an dan As Sunnah dan wajib diiikuti oleh seluruh manusia adalah urusan agama atau perkara syariat atau syarat sebagai hamba Allah atau segala perkara yang telah diwajibkanNya yakni wajib dikerjakan dan wajib dijauhi meliputi,
Perkara kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa
Perkara larangan yang jika dikerjakan / dilanggar berdosa
Perkara pengharaman yang jika yang jika dikerjakan / dilanggar berdosa
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Urusan agama atau perkara syariat atau perkara yang diwajibkanNya (wajib dikerjakan dan wajib dijauhi) telah sempurna.
Firman Allah ta'ala yang artinya, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (Qs. Al Maidah; 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
“mendekatkan dari surga” = perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa)
“menjauhkan dari neraka” = perkara larangan dan perkara pengharaman (dikerjakan berdosa)
Segala sikap dan perbuatan atau amalan diluar perkara syariat atau diluar dari apa yang telah diwajibkanNya (wajib dijalankan dan wajib dijauhi) yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah atau yang tidak bertentangan dengan apa yang telah diwajibkanNya atau tidak bertentangan dengan perkara syariat atau tidak menyelisihi syar’i atau amalan sunnah atau amal kebaikan bertujuan untuk memperjalankan dirinya agar sampai (wushul) kepada Allah atau mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman “hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (perkara syariat), jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah (amal kebaikan), maka Aku mencintai dia“ (HR Bukhari 6021)
Seorang muslim melakukan segala sikap dan perbuatan atau amalan diluar perkara syariat atau diluar dari apa yang telah diwajibkanNya (wajib dijalankan dan wajib dijauhi) yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah termasuk amalan / perbuatan mengingat Allah (dzikrullah).
Seluruh dzikrullah bertujuan untuk memperjalankan diri agar sampai (wushul) kepada Allah atau mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla
Dalam suatu riwayat. ”Qoola a’liyy bin Abi Thalib: Qultu yaa Rosuulolloh ayyun thoriiqotin aqrobu ilallohi? Faqoola Rasullulohi: dzikrullahi”. artinya; “Ali Bin Abi Thalib berkata; “aku bertanya kepada Rasullulah, jalan/metode(Thariqot) apakah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah? “Rasullulah menjawab; “dzikrullah.”
Dalam urusan mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, carilah jalan (washilah) masing-masing asalkan akhirnya adalah mencapai muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang ihsan.
Firman Allah ta’ala yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (washilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al Maa’idah [5]: 35 )”
Jadi, Maulid Nabi adalah amal kebaikan karena tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Sekarang tergantung bagaimana cara mengisi peringatan Maulid Nabi dan tinggalkanlah bentuk kegiatan yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
Maulid Nabi umumnya diisi dengan kegiatan membaca Al Qur’an, Sholawat, kajian dan ceramah seputar kehidupan Rasulullah dan implementasinya dalam kehidupan masa kini.
Kita boleh memperingati atau mengingat masa lampau untuk bekal hari esok, bahkan hal ini adalah anjuran dari Allah Azza wa Jalla, sebagaimana firmanNya, “Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad” “Perhatikan masa lampaumu untuk hari esokmu” (QS al Hasyr [59] : 18 )
Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) : Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul shallallahu alaihi wasallam dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul shallallahu alaihi wasallam dan membangkitkan rasa cinta pada beliau shallallahu alaihi wasallam, dan bersyukur kepada Allah ta’ala dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah, dengan karangan maulidnya yang terkenal “al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, “Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta merayakannya”.
Jadi, jika berpatokan baik dan buruk sebuah perbuatan bukan berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah dan berpatokan pada perkataan bid’ah yang menyesatkan yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” maka justru timbul perkara baru (bid’ah) dalam agama atau perkara baru (bid’ah) dalam perkara syariat yakni perkara larangan yang jika dikerjakan berdosa. Seolah-olah Allah Azza wa Jalla telah lupa berfirman karena yang tahu baik dan buruk bagi manusia hanyalah Allah Azza wa Jalla
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah! Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah diberikan kepada hamba-hambaNya dan beberapa rezeki yang baik itu? Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf: 32-33)
Kami ada pernah mendengar mereka yang berpendapat bahwa bencana alam dan kemudharatan lainnya yang menimpa khususnya umat Islam di negara kita adalah karena masih melakukan perbuatan bid'ah dholalah yakni peringatan Maulid Nabi.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas peringatan Maulid Nabi tidaklah bertentang dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Kemudharatan yang menimpa khususnya umat Islam di negara kita salah satunya boleh jadi dikarenakan penguasa negeri menjadikan Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercaayan, penasehat bahkan pemimpin. Perbuatan inilah yang jelas-jelas bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah.
Firman Allah Azza wa Jalla,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
“Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dan meninggalkan orang-orang mu’min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah…” (Qs. Ali-Imran : 28)
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Qs. Al Mujadilah : 22)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Luar biasa yang diakibatkan perkataan bid’ah yang menyesatkan yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” , “Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya”
Perkataan tersebut adalah perkara baru (bid’ah) karena bukan firman Allah Azza wa Jalla dan bukan pula perkataan Rasulullah, bukan perkataan para Sahabat atau Salaf yang Sholeh lainnya
Dari susunan kata “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” tak ada satupun yang dapat diartikan sebagai “para Sahabat”
Ada perkataan yang mirip dengan itu adalah pada firman Allah ta’ala, waqaala alladziina kafaruu lilladziina aamanuu law kaana khayran maa sabaquunaa ilayhi wa-idz lam yahtaduu bihi fasayaquuluuna haadzaa ifkun qadiimun
Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: “Kalau sekiranya di (Al-Qur’an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: “Ini adalah dusta yang lama”. (QS al Ahqaaf [46]:11 ).
Maksud ayat ini ialah bahwa orang-orang kafir itu mengejek orang-orang Islam dengan mengatakan: Kalau sekiranya Al-Qur’an ini benar tentu kami lebih dahulu beriman kepadanya daripada mereka orang-orang miskin dan lemah itu seperti Bilal, ‘Ammar, Suhaib, Habbab radhiyallahu anhum dan sebagainya. Jelas perkataan tersebut adalah perkataan orang-orang kafir.
Tinjauan kritis terhadap perkataan bid’ah yang menyesatkan tersebut telah disampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/01/16/bukan-perkataan-salaf/
Akibat dari perkataan bid’ah yang menyesatkan tersebut segelintir kaum muslim secara tidak disadari tidak dapat dengan baik menggunakan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai petunjuk dalam menjalankan kehidupan di dunia agar selamat di dunia dan di akhirat.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
"Dengan kitab (Al-Qur’an) itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus". (QS Al Maa’idah [5] :16)
"Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa", (QS. Al Baqarah [2]: 2)
Mereka ragu mana yang merupakan amal kebaikan mana yang amal keburukan. Bahkan ada yang ikut-ikutan bahwa “baik itu relatif tergantung sudut pandang manusia atau kesepakatan antar manusia”
Berikut pertanyaan dan pemahaman yang mereka sampaikan,
"Maulid Nabi adalah amal kebaikan", baik di sini menurut apa?
Apakah menurut Al Qur’an dan As Sunnah atau menurut hawa nafsu ?
Yang bisa dijadikan tolok ukur perbuatan itu baik atau tidak adalah Al Qur’an dan As Sunnah.
Antum sendiri mengkritisi mereka yang menggunakan akal pikiran dalam 'membid'ahkan' sesuatu. Tapi akal pikiran pula yang antum gunakan untuk menilai "Maulid Nabi adalah amal kebaikan"
Berikut penjelasan dari kami,
Setiap kita akan bersikap atau melakukan perbuatan diluar apa yang telah diwajibkan oleh Allah Azza wa Jalla yakni wajib dikerjakan dan wajib dijauhi , apa yang menjadi landasan bagi kita bahwa sikap atau perbuatan itu adalah baik atau buruk ?
Sikap atau perbuatan yang baik adalah jika sikap atau perbuatan tersebut sesuai atau tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Sikap atau perbuatan yang buruk adalah jika sikap atau perbuatan tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Jadi segala sikap dan perbuatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah perkara baik atau amal kebaikan (hasanah / mahmudah / amalan sunnah)
Sebaliknya , segala sikap dan perbuatan yang bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah perkara buruk (sayyiah)
Tidak semua amal kebaikan disampaikan atau dicontohkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Pada hakikatnya seluruh sikap dan perbuatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah adalah amal kebaikan.
Seluruh manusia yang ingin selamat dunia dan akhirat wajib melakukan sikap dan perbuatan yang sesuai atau tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Contohnya,
Seseorang menggunakan facebook sebagai sarana belajar agama atau untuk berdakwah. Apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah ? Tentu perbuatan tersebut tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah sehingga termasuk amal kebaikan
Seseorang menggunakan facebook untuk bergossip, fitnah, menghujat. Apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah ? Tentu perbuatan tersebut bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah sehingga termasuk amal keburukan.
Hal pokok yang disampaikan dalam Al Qur’an dan As Sunnah dan wajib diiikuti oleh seluruh manusia adalah urusan agama atau perkara syariat atau syarat sebagai hamba Allah atau segala perkara yang telah diwajibkanNya yakni wajib dikerjakan dan wajib dijauhi meliputi,
Perkara kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa
Perkara larangan yang jika dikerjakan / dilanggar berdosa
Perkara pengharaman yang jika yang jika dikerjakan / dilanggar berdosa
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Urusan agama atau perkara syariat atau perkara yang diwajibkanNya (wajib dikerjakan dan wajib dijauhi) telah sempurna.
Firman Allah ta'ala yang artinya, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (Qs. Al Maidah; 3)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
“mendekatkan dari surga” = perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa)
“menjauhkan dari neraka” = perkara larangan dan perkara pengharaman (dikerjakan berdosa)
Segala sikap dan perbuatan atau amalan diluar perkara syariat atau diluar dari apa yang telah diwajibkanNya (wajib dijalankan dan wajib dijauhi) yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah atau yang tidak bertentangan dengan apa yang telah diwajibkanNya atau tidak bertentangan dengan perkara syariat atau tidak menyelisihi syar’i atau amalan sunnah atau amal kebaikan bertujuan untuk memperjalankan dirinya agar sampai (wushul) kepada Allah atau mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman “hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (perkara syariat), jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah (amal kebaikan), maka Aku mencintai dia“ (HR Bukhari 6021)
Seorang muslim melakukan segala sikap dan perbuatan atau amalan diluar perkara syariat atau diluar dari apa yang telah diwajibkanNya (wajib dijalankan dan wajib dijauhi) yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah termasuk amalan / perbuatan mengingat Allah (dzikrullah).
Seluruh dzikrullah bertujuan untuk memperjalankan diri agar sampai (wushul) kepada Allah atau mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla
Dalam suatu riwayat. ”Qoola a’liyy bin Abi Thalib: Qultu yaa Rosuulolloh ayyun thoriiqotin aqrobu ilallohi? Faqoola Rasullulohi: dzikrullahi”. artinya; “Ali Bin Abi Thalib berkata; “aku bertanya kepada Rasullulah, jalan/metode(Thariqot) apakah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah? “Rasullulah menjawab; “dzikrullah.”
Dalam urusan mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, carilah jalan (washilah) masing-masing asalkan akhirnya adalah mencapai muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang ihsan.
Firman Allah ta’ala yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (washilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al Maa’idah [5]: 35 )”
Jadi, Maulid Nabi adalah amal kebaikan karena tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Sekarang tergantung bagaimana cara mengisi peringatan Maulid Nabi dan tinggalkanlah bentuk kegiatan yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
Maulid Nabi umumnya diisi dengan kegiatan membaca Al Qur’an, Sholawat, kajian dan ceramah seputar kehidupan Rasulullah dan implementasinya dalam kehidupan masa kini.
Kita boleh memperingati atau mengingat masa lampau untuk bekal hari esok, bahkan hal ini adalah anjuran dari Allah Azza wa Jalla, sebagaimana firmanNya, “Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad” “Perhatikan masa lampaumu untuk hari esokmu” (QS al Hasyr [59] : 18 )
Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) : Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul shallallahu alaihi wasallam dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul shallallahu alaihi wasallam dan membangkitkan rasa cinta pada beliau shallallahu alaihi wasallam, dan bersyukur kepada Allah ta’ala dengan kelahiran Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah, dengan karangan maulidnya yang terkenal “al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, “Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta merayakannya”.
Jadi, jika berpatokan baik dan buruk sebuah perbuatan bukan berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah dan berpatokan pada perkataan bid’ah yang menyesatkan yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” maka justru timbul perkara baru (bid’ah) dalam agama atau perkara baru (bid’ah) dalam perkara syariat yakni perkara larangan yang jika dikerjakan berdosa. Seolah-olah Allah Azza wa Jalla telah lupa berfirman karena yang tahu baik dan buruk bagi manusia hanyalah Allah Azza wa Jalla
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah! Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah diberikan kepada hamba-hambaNya dan beberapa rezeki yang baik itu? Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf: 32-33)
Kami ada pernah mendengar mereka yang berpendapat bahwa bencana alam dan kemudharatan lainnya yang menimpa khususnya umat Islam di negara kita adalah karena masih melakukan perbuatan bid'ah dholalah yakni peringatan Maulid Nabi.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas peringatan Maulid Nabi tidaklah bertentang dengan Al Qur'an dan As Sunnah
Kemudharatan yang menimpa khususnya umat Islam di negara kita salah satunya boleh jadi dikarenakan penguasa negeri menjadikan Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercaayan, penasehat bahkan pemimpin. Perbuatan inilah yang jelas-jelas bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah.
Firman Allah Azza wa Jalla,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
“Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dan meninggalkan orang-orang mu’min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah…” (Qs. Ali-Imran : 28)
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Qs. Al Mujadilah : 22)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Tidak ada komentar:
Posting Komentar