Kamis, 19 April 2012

009 : Hukum Bersentuhan Dengan Suami/istri Saat Wudhu

Aryo Mangku langit


Itu kaitannya dengan syariat Imam Empat, dimana masing-masing mempunyai kesamaan dan perbedaan dalam pelaksanaan syariatnya..! dan semuanya itu tidak menjadikan suatu yang diada-ada, karena semuanya menggunakan 'Ilmu' dalam setiap ajarannya yang bermuara pada Rosulullah SAW.

Katakan bahwa ada dari satu Imam yang membatalkan wudhu jika bersentuhan dengan Istri sendiri (Imam syafii) adalah mengutamakan kehati-hatian dalam mensukseskan Ibadah agar sesempurna mungkin...karena yang dititik beratkan dalam hal wudhu itu jangan sampai niat sholat itu bercampur syahwat. Karena dengan Istri sendiri terkadang kita tidak bisa membedakan disaat-saat syahwat atau lainnya karena kontak kita dengannya sangat dekat dan erat sekali.
Ingat juga bahwa menyentuh kemaluannya sendiri juga dapat membatalkan wudhu, sedangkan itu lebih dari muhrim karena itu milik sendiri..(maaf ya)

Namun bagi Imam lain tidak membatalkan..karena memang secara johir istri itu muhrim bagi suaminya..itu juga tidak disalahkan dan tidak akan ada yang menyalahkan.

Jadi kesimpulannya lebih dini menjaga dengan kehati-hatian ibadah kita dengan Ilmu tentunya itu sangatlah baik, sebaik juga orang yang dapat menjaga sahwatnya sekalipun dengan istri tidak membatalkan wudhu.,

Wallohu a'lam Bisshowab

  pengertian mahram;
Mahram adalah orang perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan/murodhi', atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya. Penggunaan kata muhrim untuk mahram perlu dicermati. Muhrim dalam bahasa Arab berarti orang yang sedang mengerjakan ihram (haji atau umrah). Tetapi bahasa Indonesia menggunakan kata muhrim dengan arti semakna dengan mahram (haram dinikahi)... Mahram sebab perkawinan ada tujuh. "Dan ibu-ibu istrimu (mertua)" (An Nisà'/4:23) "Dan istri-istri anak kandungmu (menantu)" (An Nisà'/4:23) "Dan anak-anak istrimu yang dalam pemelihraanmu dari istri yang telah kamu campuri" (An Nisà'/4:23).  Mahram Sebab Keturunan Mahram sebab keturunan ada tujuh. Tidak ada perbedaan pendapat di antara para 'Ulama. Allah berfirman; "Diharamkan atas kamu untuk (mengawini) (1)ibu-ibumu; (2)anak-anakmu yang perempuan (3) saudara-sauda-ramu yang perempuan; (4) saudara-saudara ayahmu yang perempuan; (5)saudara-saudara ibumu yang perempuan; (6)anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; (7)anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan" (An Nisà'4/23) Dari ayat ini Jumhùrul 'Ulàmà', Imam 'Abù Hanifah, Imam Màlik dan Imam Ahmad bin Hanbal memasukan anak dari perzinahan menjadi mahram, dengan berdalil pada keumuman firman Allàh "anak-anakmu yang perempuan" (An Nisà'4/23). Diriwayatkan dari Imam Asy Syàfi'iy, bahwa ia cenderung tidak menjadikan mahram (berati boleh dinikahi) anak hasil zina, sebab ia bukan anak yang sah (dari bapak pelaku) secara syari'at. Ia juga tidak termasuk dalam ayat: "Allàh mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk)anak-anakmu. Yaitu: bagian anak lelaki sama dengan dua bagian orang anak perempuan" (An Nisà'/4:11). Karena anak hasil zina tidak berhak menda-patkan warisan menurut 'ijma' maka ia juga tidak termasuk dalam ayat ini. (Al Hàfizh 'Imàduddin Ismà'il bin Katsir, Tafsirul Qurànil Azhim 1/510),,,  Mahram Sebab Susuan Mahram sebab susuan ada tujuh. Sama seperti mahram sebab keturunan, tanpa pengecualian. Inilah pendapat yang dipilih setelah ditahqiq (ditelliti) oleh Al Hàfizh 'Imàduddin Ismà'il bin Katsir. (Tafsirul Qurànil Azhim 1/511). Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Darah susuan mengharamkan seperti apa yang diharamkan oleh darah keturunan" (HR. Al Bukhàri dan Muslim). Al-Qur'àn menyebutkan secara khusus dua bagian mahram sebab susuan: "(1) Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; (2)dan saudara-saudara perem-puan sepersusuan" (An Nisà'/4:23),,  Suami Istri adalah Mahrom Sebab Perkawinan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar